Senin, 11 September 2023

Orang “Bejo” Menurut Pandangan Sosiologi dan Penerapannya dalam Pelaksanaan Kurikulum Merdeka di SMAN 8 Surakarta

Oleh Heni Setyowati, S. Pd.
(Guru Sosiologi SMAN 8 Surakarta - Jawa Tengah)

Edisi: Vol. 4 No. 1 September - Desember 2023

Salah satu tujuan pembelajaran pada kurikulum merdeka sekarang ini adalah mencetak profil pelajar Pancasila. Siswa selain dituntut aktif dalam pembelajaran, berkompetensi dalam bidang pengetahuan dan keterampilan, juga diharapkan mempunyai sikap/karakter yang positif. Sebagai guru yang bijak, kita dapat menumbuhkan karakter yang positif dalam proses pembelajaran, misalnya memberi motivasi dan sugesti positif kepada siswa. Sebagai contoh dengan memberi kata-kata pujian yang membesarkan hati siswa, menghindari pemberian cap negatif kepada siswa, dan memberi ilustrasi/contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari, misalnya tentang orang pintar yang kalah dengan orang “Bejo”.

'Bejo' dalam bahasa Jawa artinya adalah beruntung. Mengkaji pemberian labeling orang Bejo yang disematkan kepada seseorang, dalam pandangan sosiologi akan berdampak positif pada perilakunya dalam berinteraksi secara asosiatif maupun disosiatif. Ternyata orang-orang yang seringkali diberi label sebagai orang “Bejo” atau beruntung itu secara tidak langsung tersugesti untuk melakukan sesuatu dengan lebih percaya diri. Mereka bertindak tanpa banyak pertimbangan/berpikir panjang, bahkan tidak begitu mempedulikan kekurangan/kelemahannya, karena merasa dirinya adalah orang yang selalu beruntung, sehingga optimis apa yang dilakukannya akan berhasil. Mereka bisa bekerja sama dalam kelompok dengan baik, mereka juga mempunyai daya saing yang tinggi dalam berkompetisi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial diantaranya adalah simpati, empati, imitasi, identifikasi, sugesti, dan motivasi. Dalam hal ini labeling yang diberikan masyarakat kepada seseorang sangat berpengaruh besar dalam cara berpikir, bertindak, dan berinteraksi dengan lingkungannya.

Sebaliknya, adapula labeling yang berpengaruh negatif pada seseorang. Misalnya label sebagai pemalas. Orang yang terus menerus dicap sebagai pemalas cenderung akan bersikap negatif serta menganggap kalaupun dia bersikap rajin tetap saja akan dianggap pemalas. Karena sudah dicap sebagai pemalas dia enggan bersikap rajin karena dianggap tidak ada gunanya. Maka hindari melabel negatif kepada anak didik kita.

Perlu kita pahami juga bahwa dampak labeling negatif berpengaruh tidak baik diantaranya yaitu :

1. Berpengaruh ke mental

Labeling secara negatif jelas akan memberi dampak ke mental orang yang diberi label. Misalnya kehilangan kepercayaan diri, merasa selalu dipandang sebelah mata, selalu berpikir negatif, dan lain sebagainya.

2. Merasa diasingkan

Korban akan akan merasa diasingkan atau dianggap tidak ada. Hal ini bisa terjadi karena label itu akan membatasi interaksi serta hubungan sosial dengan masyarakat sekitarnya.

3. Perilaku menyimpang

Menciptakan stigma buruk bagi pihak yang diberi label dan membuatnya semakin terasingkan dan memicu berbuat perilaku menyimpang.

Contoh Labeling 

  • Seorang anak yang tidak mengerjakan PR  sekali dicap sebagai anak malas (negatif)
  • Seorang perempuan yang sering keluar atau pulang malam dicap anak nakal (negatif)
  • Seorang anak yang bisa mengerjakan soal  dianggap pintar (positif)
  • Perempuan yang tidak bisa memasak dicap sebagai pemalas (negatif)
  • Seseorang yang menyelesaikan semua tugasnya dicap sebagai anak rajin (positif)

Sebagai guru masa kini, marilah kita memberi motivasi dan sugesti positif kepada anak-anak kita untuk membesarkan hati mereka. Kita terapkan pembelajaran berdiferensiasi dengan menghargai perbedaan yang ada, dengan terus menggali bakat dan minat siswa dengan kurikulum merdeka. Mengapresiasi mereka yang pandai tanpa mematahkan semangat mereka yang memiliki kelemahan/kekurangan. 

Sekolah yang ramah anak dalam memberikan layanan pembelajaran kita juga harus mengedepankan kebutuhan siswa, didalamnya juga termasuk kebutuhan untuk dihargai/diapresiasi, sehingga diperlukan reward berupa pujian maupun berwujud materi supaya memotivasi mereka untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi, misal memberi hadiah kecil berupa buku atau bolpoin bagi anak-anak yang mendapatkan nilai sempurna waktu melakukan asesmen sumatif maupun formatif.

Bagi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) / inklusi, kita juga perlu memperhatikan kebutuhan mereka, kesulitan apa yang mereka keluhkan dan hadapi, kemudian guru sebagai fasilitatator diharapkan mampu untuk memahami karakter ABK tersebut dengan memberi perlakuan yang mudah diterima oleh mereka dan kemudian bisa menggunakan strategi pembelajaran yang berbeda, yang mana dapat mengukur ketercapaian pembelajaran menurut kemampuan dan minat mereka.

Sikap saling menghargai perbedaan yang ada, toleransi yang tinggi, serta gaya hidup bergotong royong juga perlu kita terapkan dalam proses pembelajaran. Dengan kerja kelompok diharapkan dapat memupuk rasa persatuan dan kesatuan serta menumbuhkan rasa menghargai hasil karya orang lain. Selain itu diterapkan juga tutor teman sebaya yang bisa menularkan pengetahuannya kepada teman-temannya, sehingga terjalin rasa nyaman ketika ada teman yang kurang memahami materi tertentu bisa bartanya kepada tutor teman sebaya tersebut, dan membuat orang yang ditunjuk sebagai tutor teman sebaya tersebut merasa dihargai dan menumbuhkan rasa percaya diri serta melatih kepemimpinan yang dilatih sejak dini sebagai bekal ke depannya nanti. Hal ini juga termasuk dalam keterampilan berinteraksi yang merupakan aplikasi dari materi sosiologi yaitu materi interaksi sosial.

Referensi

  • Yad Mulyadi,dkk. 2017. SOSIOLOGI SMA Kelas X. Jakarta : Yudhistira.
  • Nurani Soyomukti. 2010. Pengantar Sosiologi: Dasar Analisis, Teori, & Pendekatan Menuju Analisis Masalah-Masalah Sosial, Perubahan Sosial, & Kajian Strategis. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

Refleksi Pembelajaran Matematika Realistik dengan Geogebra dalam Pembelajaran Fungsi Eksponensial di SMAN 1 Boyolali

Edisi: Vol. 5 No. 1 September - Desember 2024 Penulis : Windi  Hastuti, S.Pd (Guru Matematika SMAN 1 Boyolali - Jawa Tengah) Keprihatinan sa...