Jumat, 21 Oktober 2022

Dampak KDRT pada Pembentukan Karakter Anak

Edisi: Vol. 3 No. 1 September - Desember 2022

Oleh: Desi Kusuma Dewi, S. Psi.
(Guru BK SMA Negeri 1 Sukoharjo - Jawa Tengah)

Dewasa ini kita sebagai pendidik seringkali menemui banyak dari peserta didik yang mempunyai sikap dan karakter yang cenderung kurang baik. Hal tersebut salah satu faktor penyebabnya adalah kondisi atau situasi rumah yang tidak kondusif atau penuh dengan kekerasan. Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga tersebut dapat berupa sikap atau perilaku seorang suami terhadap istri, seorang istri terhadap suami, atau orang tua terhadap anaknya. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, hingga Oktober 2022, tercatat ada 18.261 kasus KDRT di Indonesia dengan 16.745 merupakan korban perempuan dan 2.948 merupakan korban laki-laki.

Pertengkaran dalam keluarga berdapak buruk terhadap anak

Bentuk dari kekerasan dalam keluarga bisa berwujud verbal maupun fisik. Anak yang sedari kecil sering melihat dan mendengar pertengkaran orang tua, mengalami kekerasan fisik dan verbal seperti dipukul, ditendang, dibentak, dicacimaki, orang tua yang otoriter dan perilaku kasar lainnya lambat laun akan mempengaruhi pembentukan mental atau karakter seorang anak.

Anak yang terbiasa mengalami kekerasan fisik maupun mental biasanya cenderung memiliki watak atau karakter yang kurang baik seperti pemarah, pemurung, pemberontak, kurang percaya diri dan apatis atau masa bodoh. 

Sikap yang ditunjukkan seorang anak yang berupa pelanggaran kedisiplinan baik di rumah maupun di sekolah, sering berkata dan bersikap kasar serta sikap atau tindakan lainnya yang tidak sesuai dengan norma dan peraturan tersebut biasanya merupakan wujud dari pelampiasan diri terhadap kondisi mental yang mengalami tekanan dan dipendam dalam jangka waktu yang cenderung panjang.

Hal tersebut bisa terjadi karena kebutuhan dasar anak yang paling utama adalah kasih sayang dari orang tua atau keluarga. Karena keluarga merupakan orang yang paling dekat dengan anak secara fisik dan emosional, yang berperan penting untuk melindungi anak dari kekerasan dan memberi dukungan jika kekerasan terjadi.

Ketika anak yang di rumah telah terpenuhi kasih sayang, ruang diskusi, biasanya cenderung lebih bisa menjaga diri. Dan ketika  anak sudah jauh dari sikap yang sesuai norma dan aturan dan bahkan cenderung ke arah sikap dan karakter yang tidak baik, orang tua harus memperjuangkan anaknya agar kembali ke jalan yang lebih baik. 

Apa saja dampak KDRT terhadap anak?

Anak-anak dalam keluarga yang dipenuhi kekerasan adalah anak yang rentan dan berada dalam bahaya, karena kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:

  • Laki-laki yang menganiaya istri dapat pula menganiaya anak.
  • Perempuan yang mengalami penganiayaan dari pasangan hidup dapat mengarahkan kemarahan dan frustrasi pada anak.
  • Anak dapat cedera secara tidak sengaja ketika mencoba menghentikan kekerasan dan melindungi ibunya.
  • Anak akan sulit mengembangkan perasaan tenteram, ketenangan dan kasih sayang. Hidupnya selalu diwarnai kebingungan, ketegangan, ketakutan, kemarahan, dan ketidakjelasan tentang masa depan. Mereka tidak belajar bagaimana mencintai secara tulus, serta menyelesaikan konflik dan perbedaan dengan cara yang sehat.
  • Anak-anak yang biasa hidup dalam kekerasan akan belajar bahwa kekerasan adalah cara penyelesaian masalah yang wajar, boleh, bahkan mungkin seharusnya dilakukan. Anak lelaki dapat berkembang menjadi lelaki dewasa yang juga menganiaya istri dan anaknya, dan anak perempuan dapat saja menjadi perempuan dewasa yang kembali terjebak sebagai korban kekerasan. Anak perempuan dapat pula mengembangkan kebiasaan agresi dalam menyelesaikan masalah. [Peta Kekerasan, Pengalaman Perempuan Indonesia. Komnas Perempuan, 2002. Hal 100].

Kehidupan  yang biasa dilalui para korban KDRT tidak jauh dari penderitaan fisik dan psikis. Mereka bisa menjadi kesepian, terisolasi, dan dipenuhi ketakutan bahkan untuk menjalankan kehidupan sehari-hari. Anak yang menjadi korban dari kekerasan dalam rumah tangga (keluarga) sebenarnya hanya ingin mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang tulus dari orang-orang di sekitarnya.  Mereka cenderung akan melakukan sikap memberontak jika diperlakukan dengan kasar serta bersifat menghakimi. Namun sebaliknya mereka akan dapat bersikap baik dan memberikan respon positif pada orang yang juga memperlakukannya secara positif. Lalu, langkah apa yang dapat kita lakukan untuk membantu para anak-anak korban KDRT tersebut agar mereka dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berkarakter. 

Bagaimana membantu korban KDRT?

Menurut Komnas Perempuan Jakarta cara membantu korban KDRT bisa melakukan seperti berikut: 

1. Luangkan waktu pada situasi yang tepat

Jika sudah memutuskan untuk membantu korban KDRT, usahakan melakukannya pada saat tenang. Terlibat dengan permasalahan KDRT ketika emosi sedang membara dapat menempatkan diri dalam bahaya. Juga pastikan untuk bisa menyisihkan banyak waktu jika korban memutuskan untuk membuka diri. Jika orang tersebut memutuskan untuk mengungkapkan rasa takut dan frustrasi yang terpendam selama bertahun-tahun, maka sebaiknya tidak mengakhiri percakapan dan selalu berkomitmen untuk membantu korban.

2. Mulailah percakapan

Mulailah mengangkat topik mengenai KDRT dengan mengatakan “Saya khawatir sama kamu, karena…” atau “Saya khawatir dengan keselamatanmu…”.

Beberapa korban KDRT biasanya secara tidak sengaja menunjukkan ‘ketakutan’ mereka kepada orang di sekitarnya. Seperti mengenakan pakaian besar untuk menutupi memar atau berubah drastis menjadi orang yang pendiam dan menarik diri. Kedua hal itu bisa menjadi tanda korban, maka kita harus bersikap peka. Beri tahu korban bahwa kita akan menjaga kerahasiaan informasi apa pun yang diucapkan. Jangan mencoba memaksa seseorang untuk terbuka; biarkan percakapan berlangsung dengan alami dan nyaman.

3. Dengarkan tanpa menghakimi

Jika korban memutuskan untuk berbicara, dengarkan ceritanya tanpa menghakimi, setelah itu tawarkanlah sebuah nasihat, atau menyarankan solusi. Kemungkinannya jika kita mendengarkannya secara aktif, korban akan memberi tahu dengan tepat apa yang mereka butuhkan. Dan tentu saja kita juga bisa mengajukan pertanyaan klarifikasi, tetapi biarkan korban melampiaskan perasaan dan ketakutannya terlebih dahulu. Mungkin kita menjadi orang pertama yang mendengar curhatan dari korban.

4. Pelajari tanda peringatan korban KDRT

Banyak orang mencoba menutupi KDRT yang mereka dapatkan karena berbagai alasan. Dengan mempelajari tanda-tanda KDRT, kita bisa membantu mereka. Berikut ini tanda-tanda umum yang terjadi pada korban KDRT

  • Tanda Fisik: Mata hitam, bibir pecah-pecah, tanda merah atau ungu di leher, pergelangan tangan terkilir, memar di lengan.
  • Tanda Emosional: Tingkat percaya diri yang rendah, terlalu menyesal atau lemah lembut, terus merasa takut, perubahan pola tidur atau makan, cemas atau gelisah berlebihan, gejala depresi, kehilangan minat pada aktivitas dan hobi yang dulu dinikmati, berbicara tentang bunuh diri, dan lain sebagainya.
  • Tanda-tanda Perilaku: Menjadi menarik diri atau menjauh dari pergaulan, membatalkan janji atau rapat pada menit terakhir, sering terlambat, privasi yang berlebihan mengenai kehidupan pribadi mereka, mengisolasi diri dari teman dan keluarga,

5. Percaya terlebih dahulu kepada korban KDRT

Karena KDRT biasanya lebih banyak dilakukan di ranah privasi, maka seringkali hanya korbanlah satu-satunya yang melihat sisi gelap pelaku. Sering kali, orang lain terkejut mengetahui bahwa seseorang yang mereka kenal bisa melakukan kekerasan.

Akibatnya, korban sering merasa tidak ada yang akan percaya jika mereka menceritakan penderita yang dialami tersebut kepada orang-orang. Percayai cerita korban dan katakan demikian. Bagi seorang korban, akhirnya memiliki seseorang yang tahu kebenaran tentang perjuangan mereka dapat membawa rasa harapan dan kelegaan.

6. Katakan tiga kalimat ini kepada korban KDRT

  • " Aku percaya kamu ... "
  • " Ini bukan salahmu ... "
  • " Kamu tidak pantas mendapatkan ini ..."

7. Validasi perasaan korban

Bukan hal yang aneh bagi para korban untuk mengungkapkan perasaan yang bertentangan tentang pasangan mereka dan situasi mereka. Perasaan ini dapat berkisar antara rasa bersalah dan marah, harapan dan keputusasaan, juga cinta dan ketakutan. Jika ingin membantu, penting untuk memvalidasi perasaannya dengan memberi tahu, bahwa memiliki pemikiran yang saling bertentangan adalah hal yang normal. Tetapi penting juga bagi kita untuk memastikan bahwa kekerasan tidak boleh dilakukan, dan tidak normal untuk hidup dalam ketakutan akan diserang secara fisik. Beberapa korban mungkin tidak menyadari bahwa situasi mereka tidak normal, karena mereka tidak memiliki model lain untuk mempresentasikan sebuah hubungan tanpa siklus kekerasan. Beri tahu korban bahwa kekerasan dan pelecehan bukanlah bagian dari hubungan yang sehat. Tanpa menghakimi, konfirmasikan kepada mereka bahwa situasi mereka tidak baik, dan kita sangat mengkhawatirkan keselamatan mereka.

8. Bantu korban membentuk rencana keamanan

Bantulah korban untuk membuat rencana keamanan yang dapat diterapkan jika kekerasan terjadi lagi atau jika mereka memutuskan untuk meninggalkan situasi tersebut. Dengan latihan membuat rencana bisa membantu mereka memvisualisasikan langkah-langkah mana yang diperlukan dan mempersiapkan diri secara psikologis untuk melakukannya. Karena korban yang meninggalkan pasangannya yang menjadi pelaku KDRT, memiliki risiko lebih besar untuk disakiti oleh pelakunya daripada mereka yang tetap tinggal. Maka sangat penting bagi korban untuk memiliki rencana keselamatan pribadi sebelum krisis terjadi atau sebelum mereka memutuskan untuk pergi. Pastikan untuk menyertakan hal berikut dalam rencana keselamatan:

  • Tempat yang aman untuk pergi dalam keadaan darurat, atau jika mereka memutuskan untuk meninggalkan rumah.
  • Alasan yang disiapkan untuk pergi jika mereka merasa terancam.
  • Memberi kata kode untuk mengingatkan keluarga atau teman bahwa bantuan diperlukan.
  • Daftar kontak darurat, termasuk keluarga atau teman terpercaya, tempat penampungan lokal, dan hotline kekerasan dalam rumah tangga.

9. Apa yang seharusnya tidak dilakukan

Meskipun tidak ada cara yang benar atau salah untuk membantu korban kekerasan KDRT, namun harus tetap menghindari melakukan apa pun yang akan memperburuk situasi.

Kesimpulan

Dari hal-hal yang telah dipaparkan kita dapat mengambil kesimpulan bahwa anak yang mengalami situasi yang tidak nyaman di dalam keluarga akan dapat mempengaruhi pembentukan karakter atau kepribadiannya yang cenderung negatif. Oleh karena itu berikan mereka perhatian yang tulus, dengarkan cerita mereka tanpa menghakimi sehingga akan tumbuh rasa percaya dan sikap serta karakter yang lebih positif.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

Refleksi Pembelajaran Matematika Realistik dengan Geogebra dalam Pembelajaran Fungsi Eksponensial di SMAN 1 Boyolali

Edisi: Vol. 5 No. 1 September - Desember 2024 Penulis : Windi  Hastuti, S.Pd (Guru Matematika SMAN 1 Boyolali - Jawa Tengah) Keprihatinan sa...