Karakter merupakan perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat (Depdiknas, 2010). Sementara itu, orang yang perilakunya sesuai dengan norma-norma disebut insan berkarakter mulia.
Karakter menurut Alwisol (2008: 8) diartikan sebagai gambaran tentang tingkah laku yang menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk, baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian, karena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Meski demikian, baik kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditunjukkan ke lingkungan sosial. Keduanya relatif permanen serta menuntun, mengarahkan dan mengorganisasikan aktivitas individu. Jadi istilah karakter berkenaan dengan personality (kepribadian) seseorang. Seseorang bisa disebut orang berkarakter (a person of character) apabila perilakunya sesuai dengan kaidah moral.
Ratna Megawangi (2004) sebagai pencetus pendidikan karakter di Indonesia telah menyusun karakter mulia yang selayaknya diajarkan kepada siswa, yang kemudian disebut sebagai 9 pilar yaitu: 1) cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya; 2) tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian; 3) kejujuran; 4) hormat dan santun; 5) kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama; 6) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; 7) keadilan dan kepemimpinan; 8) baik dan rendah hati; dan 9) toleransi, cinta damai, dan persatuan.
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.
Hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Sejak 2500 tahun yang lalu, Socrates telah berkata bahwa tujuan yang paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi "good and smart". Manusia yang terdidik seharusnya menjadi orang bijak, yaitu yang dapat menggunakan ilmunya untuk hal-hal yang baik (beramal shaleh), dan dapat hidup secara bijak dalam seluruh aspek kehidupan berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat, dan bernegara. Oleh karenanya, sebuah sistem pendidikan yang berhasil adalah yang dapat membentuk manusia-manusia berkarakter yang sangat diperlukan dalam mewujudkan sebuah negara kebangsaan yang terhormat.
Matematika merupakan suatu ilmu yang membutuhkan pemikiran logis, rasional, kritis, jujur, efektif dan efisien. Proses pembelajaran matematika tidak akan pernah terlepas dari pengembangan nilai-nilai karakter siswa. Pembelajaran matematika dapat dipandang sebagai suatu keadaan atau sifat atau bahkan nilai yang bersinergis dengan nilai-nilai karakter. Bahkan dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran matematika memiliki peran yang besar dalam mewujudkan karakter siswa. Nilai karakter yang ada pada pembelajaran matematika adalah jujur, disiplin, kreatif, komunikatif, tanggung jawab, rasa ingin tahu, mandiri dan kerja keras. Apabila siswa mampu menerapkan nilai-nilai karakter tersebut maka matematika akan menjadi suatu pelajaran yang bermakna bagi kehidupannya.
Oleh karena itulah, pembelajaran matematika di sekolah tidak hanya dimaksudkan untuk membekali siswa agar menguasai matematika dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, namun lebih dari itu, pembelajaran matematika juga dimaksudkan untuk menata nalar siswa dan membentuk kepribadiannya yang sesuai dengan nilai-nilai karakter mulia. Pembelajaran matematika hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga tidak hanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan dalam ranah pengetahuan, tetapi juga untuk mencapai tujuan dalam ranah sikap dan keterampilan.
Pembelajaran matematika yang baik tidak hanya dimaksudkan untuk mencerdaskan siswa, tetapi juga dimaksudkan untuk menghasilkan siswa yang berkepribadian baik. Diharapkan seorang guru matematika dapat merancang pembelajaran matematika sedemikian rupa, sehingga dapat membantu siswa dalam mengembangkan sikap dan kemampuan intelektualnya, dan produk dari pembelajaran matematika tampak pada pola pikir yang sistematis, kritis, kreatif, disiplin diri, dan pribadi yang konsisten. Namun pada hakekatnya, pengembangan nilai-nilai karakter siswa melalui matematika, bukan hanya dapat dilakukan saat proses pembelajaran sedang berlangsung.
Saat seorang guru memberikan tugas untuk diselesaikan di rumah (PR), dan siswa berusaha untuk menyelesaikan tugas tersebut dengan tepat waktu dan benar-benar dikerjakan oleh siswa sendiri karena mereka memiliki rasa tanggung jawab, jujur, peduli dengan prestasi diri, menghargai gurunya serta komitmen terhadap kewajiban yang harus diselesaikan, merupakan salah satu bagian kecil yang ternyata bernilai sangat besar untuk membiasakan siswa memiliki karakter mulia. Melalui pengembangan nilai-nilai karakter dalam diri siswa khususnya melalui pelajaran matematika, diharapkan akan membuat siswa akan selalu berusaha untuk menghargai apapun yang mereka lakukan, dan selalu berusaha melakukan hal baik sebagai seorang siswa yang seharusnya mereka lakukan.
Hebat menambah wawasan dan tentunya bisa mengembangkan karakter para peserta didik. Ditunggu postingan berikutnya
BalasHapus