Kamis, 21 Januari 2021

Antara Saya, Kamu, Kalian dan Mereka untuk Bangsa

Edisi: Vol.1 No.2 Jan-Apr 2021

Oleh: Iin Kurniasih, S. Pd. 
(Guru PPKn SMA NEGERI 1 Gunung Putri Bogor - Jawa Barat)

Salah satu keprihatinan yang mungkin dirasakan tidak hanya oleh penulis adalah masalah perilaku moral terutama perilaku moral yang berkaitan dengan nilai-nilai budaya bangsa. Ketika tahun 90-an para penulis buku telah membuat buku mengenai mulai lunturnya nilai-nilai moral bangsa. Artinya permasalahan moral pada generasi muda sebenarnya sudah ada beberapa tahun ke belakang. Perbedaannya dengan saat ini mungkin tepatnya bukan mulai lunturnya nilai-nilai moral akan tetapi adalah semakin hilangnya moral bangsa pada generasi muda. Mereka yang merasakan tentunya adalah mereka yang peduli, memegang teguh nilai bangsa dan merasa risi dengan melihat atau memperhatikan sikap atau perilaku yang ditampilkan para generasi muda.

Perilaku hilangnya moral bangsa yang ditampilkan generasi muda saat ini bisa dilihat dalam bentuk lisan dan sikap perilaku. Lisan contohnya adalah penggunaan bahasa dalam pergaulan sehari-hari. Para generasi muda saat ini cenderung tidak memahami manakah bahasa yang tepat digunakan untuk situasi resmi atau tidak resmi, manakah bahasa yang tepat untuk digunakan kepada orang tua atau orang yang usianya. kebanyakan  mereka tidak memperhatikan etika bahasa dan tidak tahu kapan kata-kata itu ditempatkan. Intinya mereka menggunakan kata-kata dengan sebebas-bebasnya dan sesuka hati yang penting mengikuti trend zaman. Bagaimana dengan bahasa-bahasa lain? Padahal bangsa Indonesia di kenal dengan bangsa yang luhur budi bahasa.

Penyimpangan dari segi sikap perilaku salah satu contohnya adalah mengukur segala sesuatu dengan materi padahal nilai moral bangsa Indonesia mengajarkan sifat kekeluargaan dan tepa salira. Mengukur segala sesuatu dengan alasan kesenangan padahal bangsa Indonesia telah mengajarkan rakyatnya untuk toleransi, empati atau simpati. Gotong royong, kerja sama, siskamling merupakan hak padahal nilai bangsa mengajarkan bahwa hal tersebut adalah kewajiban dalam rangka meningkatkan kekeluargaan dan mempererat persaudaraan. Bagaimana dengan perilaku yang lain? Padahal bangsa Indonesia dikenal dunia karena keramahtamahannya. 

Memang benar zaman sudah berkembang, tapi apakah dengan perkembangan zaman nilai-nilai sikap dan perilaku yang sudah baik harus mengikuti perkembangan zaman. Pantaskan ketika ada yang berpendapat bahwa Jangan pernah menyamakan antara zaman dulu dengan zaman sekarang dan zaman saat ini sudah edan seharusnya kita pun mengikuti edannya zaman? Tentunya ini akan menjadi keprihatinan bagi sebagian besar rakyat Indonesia yang memang peduli dengan moral bangsa, bahkan telah menjadi kesedihan yang luar biasa karena ketika kita berdiam diri maka akan hancurlah karakter bangsa yang selama ini menjadi ciri khas terbaik untuk rakyat Indonesia di mata dunia.

Berkaitan dengan hal tersebut, sebenarnya masih banyak contoh perilaku yang dilakukan generasi muda saat ini yang menyimpang. Oleh karena itu, penulis sengaja membuat tulisan yang berjudul antara saya, kamu, kalian dan mereka dengan tujuan agar kita bisa merenung dan mencari solusi terbaik walaupun dengan perkembangan zaman, teknologi semakin canggih, dan informasi semakin dahsyat tapi  citra sebagai bangsa Indonesia yang bermoral melalui generasi muda tetap melekat. Perkembangan zaman bukan penghalang bangsa Indonesia tetap pada kepribadan Indonesia yang memperhatikan norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan dan norma hukum yang sejak zaman dulu menjadi kepribadian bangsa.

Saya, kamu, kalian dan mereka pada hakikatnya adalah renungan bahwa perilaku moral merupakan tanggung jawab bersama semua pihak, yakni pihak keluarga sebagai pendidikan awal bagi seorang generasi muda dan dikenal dengan pendidikan informal, pihak sekolah sebagai lembaga formal yang akan memberikan pendidikan melalui para pendidik dengan berbagai keilmuannya, serta masyarakat sebagai lembaga non formal yang akan bertugas melengkapi pendidikan yang didapatkan di lembaga informal dan formal.

Sebagai lembaga informal, sudah seharusnya para orang tua merenungkan tugas dan kewajibannya kembali dengan penuh kesadaran. Bekerja memang menjadi tuntutan zaman pada saat ini, tetapi bukan berarti dengan  bekerja, pendidikan agama, budi pekerti, dan sopan santun tidak diajarkan pada putra-putrinya. Ketika para orang tua memutuskan untuk bekerja berarti melekat kewajiban dengan cara memberikan pengajaran dan pendidikan melalui pihak yang berkompeten serta memberikan pengawasan yang ketat walaupun sambil bekerja. Sebagai orang tua sudah seharusnya belajar kembali bagaimana memberikan pendidikan pada anaknya yang masih usia dini, remaja dan menuju dewasa. Kesalahan besar apabila sebagai orang tua menyamaratakan pola pendidikan dan pengajaran kepada anak. Para orang tua melalui perkembangan zaman saat ini bisa belajar cara mengajar dan mendidik anak dengan cara mengakses berbagai pendekatan tersebut melalui berbagai penawaran yang diberikan oleh media sosial seperti internet. 

Selain itu, tetap keteladan orang tua harus ditampilkan kepada anak. Jangan merasa bangga ketika anda merasakan bahwa anda bisa berada pada posisi sebagai teman anak, karena tetap sebagai orang tua tugas mengarahkan, melindungi dan melakukan pengawasan mutlak dilakukan para orang tua. Tetap seorang anak harus menghargai orang tua dalam keadaan apapun. Contoh teladan dalam berbagai bidang kepada anaknya yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari akan menjadi bekal dasar bagi generasi muda yang akan diimplementasikan ketika mereka bergaul dengan lingkungan sekitarnya, baik di sekolah maupun di masyarakat.

Berdasarkan hal tersebut, sudah suatu keharusan bagi orang tua memberikan pendidikan dasar baik yang sifatnya untuk kehidupan agama maupun kehidupan dunia. Ketika anak diajarkan, dididik dan dianjurkan, sudah menjadi keharusan bagi para orang tua memberikan contoh di depan anak secara konsisten tanpa tawar menawar.Berkaitan dengan kewajiban tersebut, Allah sudah mengamanatkan bahwa kewajiban orang tua adalah menjaga keluarga dari siksa api neraka (Q.S At Tahrim ayat 6). Artinya menjaga, mendidik dan memelihara keluarga pada jalan yang benar adalah suatu kewajiban dasar.

Sekolah sebagai lembaga formal bagi para generasi muda, sudah seharusnya seluruh aspek yang ada didalamnya baik guru maupun pihak sekolah lainnya bersatu padu menguatkan tekad, menyamakan persefsi dan bertindak seragam. Menguatkan tekad dapat dilakukan dengan cara menegakkan peraturan secara bersama-sama, jangan sampai mempunyai anggapan bahga menjadi guru A,B, atau C adalah guru yang paling baik atau guru yang paling horor. Selain itu persefsi yang sama untuk tingkah yang ditampilkan pun menjadi kewajiban agar tidak menimbulkan kebingungan bagi para generasi muda menampilkan pergaulannya dalam kehidupan sehari-hari. Begitu pula dengan bertindak seragam, sudah mejadi keharusan bagi para guru untuk menjadi contoh teladan pada generasi muda. Kembalikan makna guru sebagai digugu dan ditiru sehingga menjadi seorang guru benar-benar menjadi pigur kebanggaan dan motivasi besar buat para generasi muda. Ini artinya slogan pendidikan ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa dan tut wuri handayani bukan sebatas slogan saja tetapi pengamalannya diterapkan seorang guru ketika berhadapan dengan para generasi mudanya.

Lembaga non formal yakni masyarakat sudah seharusnya menjadi wadah bagi para generasi muda dalam mendewasakan pemikirannya. Pemerintah dalam hal ini bisa berperan dalam menciptakan berbagai kegiatan dan pelatihan yang akan meningkatkan kedewasaan dan kematangan para generasi muda. Intinya tokoh masyarakat adalah publik pigur yang dilihat secara langsung oleh peserta didik, oleh karena itu, kharismatik adalah salah satu kepribadian yang harus ditampilkan oleh para tokoh masyarakat karena seorang generasi muda ketika mengidamkan tokoh, apapun akan diikuti dan diperjuangakan,

Berdasarkan uraian tersebut, sudah saatnya antara lembaga formal, informal dan nonformal untuk menguatkan generasi muda dengan cara melakukan kerja sama yang baik dan saling ketergantungan. Ketika dihadapkan dengan suatu permasalahan, sudah sewajarnya norma agama, norma hukum, norma kesusilaan dan  norma  kesopanan menjadi tolak ukur dalam penyelesaian permasalahan moral generasi muda. Ketika lembaga-lembaga penanggung jawab tersebut sudah bekerja sama dengan baik, yakin permasalahan apapun yang terjadi pada generasi muda akan dapat terselesaikan dengan baik. Dengan kata lain, tidak akan ada istilah mulai lunturnya nilai moral pada generasi muda, bergesernya nilai moral atau hilangnya nilai moral bangsa apabila lembaga-lembaga yang bertanggungjawab terhadap pendidikan generasi muda berjalan seiringan dalam memahami, melaksanakan dan mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari hari walalupun dengan perkembangan zaman serta tekhologi yang luar biasa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

Refleksi Pembelajaran Matematika Realistik dengan Geogebra dalam Pembelajaran Fungsi Eksponensial di SMAN 1 Boyolali

Edisi: Vol. 5 No. 1 September - Desember 2024 Penulis : Windi  Hastuti, S.Pd (Guru Matematika SMAN 1 Boyolali - Jawa Tengah) Keprihatinan sa...