Selasa, 17 November 2020

GERAKAN PPK DENGAN JUS SISRI DI ESKALEMBOY

 Anik Riyanti Yulianingsih, S.Pd.

(Kepala SMPN 2 Ngemplak Boyolali - Jawa Tengah)

Dunia abad XXI sekarang berbeda secara signifikan dengan dunia abad XX. Dalam skala makro dunia abad XXI sekarang ditandai oleh 6 (enam) kecenderungan penting. Pertama, berlangsungnya revolusi digital yang semakin luar biasa yang mengubah sendi-sendi kehidupan, kebudayaan, peradaban, dan kemasyarakatan  termasuk pendidikan. Kedua, terjadinya integrasi  belahan-belahan dunia yang semakin intensif akibat internasionalisasi, globalisasi, hubungan-hubungan multilateral, teknologi komunikasi, dan teknologi transportasi. Ketiga, berlangsungnya pendataran dunia (the world is flat) sebagai akibat  berbagai perubahan mendasar dimensi-dimensi kehidupan  manusia terutama akibat mengglobalnya negara, korporasi, dan individu. Keempat,  sangat cepatnya perubahan dunia yang mengakibatkan dunia tampak berlari tunggang langgang, ruang tampak menyempit, waktu terasa ringkas, dan keusangan segala sesuatu cepat terjadi. Kelima,  semakin tumbuhnya masyarakat padat pengetahuan (knowledge society), masyarakat informasi (information society), dan masyarakat jaringan (network society) yang membuat pengetahuan, informasi, dan jaringan menjadi modal sangat penting. Keenam, makin tegasnya fenomena abad kreatif beserta masyarakat kreatif yang menempatkan kreativitas dan inovasi sebagai modal penting untuk individu, perusahaan, dan masyarakat. Keenam hal tersebut telah memunculkan tatanan baru, ukuran-ukuran baru,  dan kebutuhan-kebutuhan baru yang berbeda dengan sebelumnya, yang harus ditanggapi dan  dipenuhi oleh  dunia pendidikan nasional dengan sebaik-baiknya.

Sehubungan dengan itu, sendi-sendi pendidikan nasional Indonesia perlu ditata kembali atau ditransformasikan sedemikian rupa sehingga pendidikan nasional Indonesia semakin sanggup member kontribusi berarti bagi kiprah dan kemajuan Indonesia dalam abad XXI yang sudah mengalami perubahan mendasar yang paradigmatis sebagaimana telah disinggung di atas. Di samping itu, penataan kembali atau transformasi pendidikan nasional Indonesia itu dihajatkan untuk memberikan tanggapan dan  jawaban atas berbagai tantangan, tuntutan, dan kebutuhan baru sebagai konsekuensi berbagai keadaan kekinian. Hal ini menunjukkan bahwa penataan kembali atau transformasi pendidikan nasional Indonesia merupakan tugas sejarah (imperatif) yang harus dikerjakan secara sungguh-sungguh. Dikatakan demikian karena tiga alasan. Pertama, bangsa-bangsa di dunia yang sekarang mengalami kemajuan sangat berarti, misalnya Jepang, Singapura, Korea Selatan, Republik Rakyat Tiongkok, dan Finlandia, telah ditopang atau disangga oleh pendidikan yang baik, bermutu, dan  maju. Dalam berbagai pemeringkatan pendidikan di era global, misalnya Learning Curve, TIMSS (Trends in International  Mathematics and  Science Study), dan PISA (Programme for International Student Assessment), negara-negara tersebut selalu menduduki peringkat atas. Kedua, pelbagai studi internasional dan nasional tentang pendidikan Indonesia memberikan justifikasi betapa  mendesaknya transformasi pendidikan nasional Indonesia sekarang. Laporan-laporan Bank Dunia, UNDP, dan UNESCO tentang pendidikan Indonesia merekomendasikan transformasi secara terarah pada pendidikan nasional Indonesia supaya Indonesia mampu tumbuh dan  berkembang dengan baik, terhindar dari jebakan-jebakan yang membawa aneka kemerosotan pada satu sisi dan pada sisi lain mampu memanfaatkan peluang-peluang yang terbuka. Ketiga, berbagai fakta dan bukti kinerja pendidikan nasional yang telah dipublikasikan oleh berbagai pihak mengamanatkan betapa mendesaknya penataan kembali atau transformasi pendidikan nasional Indonesia secara komprehensif dan Sistemis.

Penataan kembali atau transformasi pendidikan nasional Indonesia tersebut dapat dimulai  dengan menempatkan kembali karakter sebagai ruh atau dimensi terdalam pendidikan nasional berdampingan dengan intelektualitas yang tercermin dalam kompetensi. Dengan karakter yang kuat-tangguh beserta  kompetensi yang tinggi, yang dihasilkan oleh pendidikan yang baik, pelbagai kebutuhan, tantangan, dan tuntutan baru dapat dipenuhi atau diatasi. Oleh karena itu, selain pengembangan intelektualitas, pengembangan karakter peserta didik sangatlah penting atau utama dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Dikatakan demikian karena pada dasarnya pendidikan bertujuan mengembangkan potensi-potensi intelektual dan karakter peserta didik. Hal ini telah dilandaskan oleh berbagai pemikiran tentang pendidikan dan berbagai peraturan perundang-undangan tentang pendidikan. Sebagai contoh, beberapa puluh tahun lalu Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, telah menandaskan secara eksplisit bahwa “Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat  memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita” (Karya  Ki Hadjar  Dewantara Buku I: Pendidikan). Demikian juga laporan Delors untuk pendidikan abad XXI, sebagaimana tercantum dalam buku Pembelajaran: Harta Karun di Dalamnya, menegaskan bahwa pendidikan abad XXI bersandar pada lima tiang pembelajaran sejagat (five pillar of learning), yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be serta learning to transform  for oneself and society. Selain itu, Undang-Undang Nomor  20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan  Nasional telah menegaskan bahwa “Pendidikan nasional  berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka  mencerdaskan kehidupan  bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta  bertanggung jawab”. Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) juga terpapar secara tersurat berbagai kompetensi yang  bersangkutan dengan karakter di samping intelektualitas. Ini semua menandakan bahwa sesungguhnya pendidikan bertugas mengembangkan karakter sekaligus intelektualitas berupa kompetensi peserta didik.

Sehubungan dengan itu, penyelenggaraan pendidikan nasional terutama pendidikan dasar dan menengah dapat dikatakan sudah berada pada jalur yang tepat, karena telah memberikan pendidikan karakter sekaligus membentuk intelektualitas berupa kompetensi. Meskipun demikian, proporsi penerapan pendidikan karakter dengan pendidikan intelektual belum berimbang akibat berbagai faktor. Usaha penyeimbangan pendidikan karakter dengan pembentukan kompetensi senantiasa harus dilakukan. Demi kepentingan masa depan bangsa Indonesia, bahkan sejak sekarang perlu dilakukan pemusatan (centering) pendidikan  karakter dalam  penyelenggaraan pendidikan nasional Indonesia. Kesadaran sekaligus usaha pemusatan pendidikan karakter di jantung pendidikan nasional semakin kuat ketika pada tahun 2010 pemerintah Indonesia mencanangkan sekaligus melaksanakan kebijakan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter berlandaskan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pendidikan Karakter Bangsa. Hal tersebut perlu dilanjutkan, dioptimalkan, diperdalam, dan bahkan diperluas sehingga diperlukan penguatan pendidikan  karakter bangsa. Untuk itu, sejak sekarang perlu dilaksanakan Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dengan mengindahkan asas  keberlanjutan dan  kesinambungan.
Banyak satuan pendidikan telah melaksanakan praktik baik (best practice) dalam penerapan pendidikan karakter. Dampak dari penerapan ini adalah terjadi perubahan mendasar di dalam ekosistem pendidikan dan proses pembelajaran sehingga prestasi mereka pun juga meningkat. Program PPK ingin memperkuat  pembentukan karakter siswa yang selama ini sudah dilakukan di banyak sekolah. Untuk itu, Gerakan PPK menempatkan nilai karakter sebagai dimensi terdalam pendidikan yang membudayakan dan memberadabkan para pelaku pendidikan. Ada lima nilai utama karakter yang saling berkaitan membentuk jejaring nilai yang perlu dikembangkan sebagai prioritas Gerakan PPK. Kelima nilai utama karakter bangsa (NKRI Go) yang dimaksud adalah sebagai berikut. 

Nasionalis, nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan  kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Subnilai nasionalis antara lain apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga  kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku, dan agama.

Kemandirian, nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita. Subnilai mandiri antara lain etos kerja (kerja keras), tangguh tahan banting, daya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Religius, nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan  agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan  damai dengan pemeluk agama lain. Nilai karakter religius ini meliputi tiga dimensi relasi sekaligus, yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan alam semesta (lingkungan). Nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam perilaku mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan. Subnilai religius antara lain cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, antibuli dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, mencintai lingkungan, dan melindungi yang kecil dan tersisih.

Integritas, nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam  perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral (integritas moral).Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran. Subnilai integritas antara lain kejujuran, cinta pada kebenaran, setia, komitmen moral,  anti  korupsi,  keadilan, tanggung  jawab,  keteladanan, dan menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas).

Gotong Royong, nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerjasama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/ pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Subnilai gotong royong antara lain menghargai, kerja sama, inklusif, komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong-menolong, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan.

Kelima nilai utama karakter bukanlah nilai yang  berdiri dan berkembang sendiri-sendiri  melainkan nilai yang berinteraksi satu sama lain, yang  berkembang secara dinamis dan  membentuk keutuhan pribadi. Dari nilai utama manapun pendidikan karakter dimulai,  individu dan sekolah perlu mengembangkan nilai-nilai utama lainnya  baik secara kontekstual maupun universal. Nilai religius  sebagai cerminan dari iman dan  takwa  kepada Tuhan Yang Maha Esa diwujudkan secara utuh dalam bentuk ibadah sesuai dengan agama dan  keyakinan masing-masing dan dalam bentuk kehidupan antarmanusia sebagai kelompok, masyarakat, maupun bangsa. Dalam kehidupan sebagai masyarakat dan bangsa nilai- nilai religius dimaksud melandasi dan  melebur di dalam nilai-nilai utama nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas. Demikian pula jika nilai utama nasionalis dipakai sebagai titik awal penanaman nilai-nilai karakter, nilai ini harus dikembangkan berdasarkan nilai-nilai keimanan dan  ketakwaan yang  tumbuh bersama nilai-nilai lainnya.

Demikian juga dengan SMP Negeri 2 Ngemplak juga melakukan gerakan untuk meningkatkan nilai-nilai karakter siswanya. Gerakan tersebut dinamai gerakan JUS SISRI yaitu kegiatan Jum’at Sehat, Jum’at Bersih, Jum’at Kreasi dan Jum’at Sehat. Kegiatan ini dilakukan setiap hari Jum’at dengan penjadwalan yang ditetapkan bersama dan melibatkan seluruh warga sekolah mulai dari kepala sekolah sampai dengan siswa. 

Kegiatan Jum’at sehat diisi dengan kegiatan senam pagi bersama, jalan-jalan bersama atau melakukan kegiatan olahraga massal yang menyenangkan dan menyehatkan. Kegiatan Jum’at bersih diisi kegiatan bersih-bersih lingkungan sekolah, pertamanan atau lombar kreasi lingkungan kelas. Kegiatan Jum’at kreasi diisi kegiatan pentas seni yang melibatkan warga sekolah untuk ajang unjuk kemampuan di bidang seni. Kegiatan Jum’at rohani diisi kegiatan pengajian rutin di halaman sekolah dengan mengundang penceramah yang menarik minat siswa dan bagi yang beragama non Islam melakukan peribadatan bersama. Diharapkan pelaksanaan kegiatan JUS SISRI akan dapat mewujudkan visi dan misi sekolah dalam rangka menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang unggul.


4 komentar:

  1. Mantap jeng KS πŸ‘πŸ‘
    Inilah jati diri mu yg sesungguhnya
    Bukan kalengan spt yg dulu dkatakan orang
    Maju terus tetep πŸ’ͺπŸ’ͺ

    BalasHapus
  2. Mantap jeng KS πŸ‘πŸ‘
    Inilah jati diri mu yg sesungguhnya
    Bukan kalengan spt yg dulu dkatakan orang
    Maju terus tetep πŸ’ͺπŸ’ͺ

    BalasHapus
  3. LUAR BIASA SAHABATKU...TERUSLAH BERINOVASI ...SUKSES SELALU CANTIK

    BalasHapus

Featured Post

Refleksi Pembelajaran Matematika Realistik dengan Geogebra dalam Pembelajaran Fungsi Eksponensial di SMAN 1 Boyolali

Edisi: Vol. 5 No. 1 September - Desember 2024 Penulis : Windi  Hastuti, S.Pd (Guru Matematika SMAN 1 Boyolali - Jawa Tengah) Keprihatinan sa...