Kamis, 08 Oktober 2020

WACANA DIHILANGKANNYA MAPEL SEJARAH, NEGARA DIAMBANG KEHANCURAN



Widiyanta, S. Pd.
NIP. 197012262007011010
(Guru Mapel Sejarah SMAN 8 Surakarta - Jawa Tengah)

 

A. PENDAHULUAN

Mata pelajaran sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang pasti ada dalam setiap kurikulum sekolah. Karena, salah satu tujuannya adalah mendidik para generasi penerus bangsa untuk mencintai dan merawat negaranya melalui pelajaran Sejarah. “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarahnya” kata Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia yang pertama.  

Pelajaran sejarah memiliki peranan sangat penting, bahkan menjadi bagian utama dalam pendidikan karakter. Karena itu, mata pelajaran sejarah hendaknya menjadi mata pelajaran dasar di semua jenjang pendidikan.

Sejarah merupakan bagian penting dalam perjalanan suatu bangsa. Pendidikan sejarah di sekolah penting untuk mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan kepedulian sosial budaya.

B. PERMASALAHAN

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim membantah isu soal penghapusan mata pelajaran sejarah dari kurikulum nasional. "Tidak ada sama sekali kebijakan regulasi atau perencanaan penghapusan mata pelajaran sejarah dari kurikulum nasional," kata Nadiem melalui video yang dibagikan melalui Instagram pribadinya, Ahad (20/9/2020). Nadiem mengaku kaget dengan isu mengenai penghapusan mata pelajaran sejarah yang berkembang di masyarakat. Isu tersebut berkembang karena ada presentasi internal soal penyederhanaan kurikulum. Padahal mengenai penyederhanaan kurikulum tersebut sejatinya baru dalam bentuk diskusi. "Kami punya banyak puluhan versi berbeda yang sekarang sedang melalui FGD dan uji publik . Belum tentu permutasian tersebut yang menjadi final di mana berbagai macam opsi diperdebatkan secara terbuka," kata Nadiem. Namun Nadiem menegaskan penyederhanaan kurikulum tidak akan dilakukan sampai 2022. Di tahun 2021 pihaknya akan melakukan berbagai macam prototyping mengenai penyederhanaan kurikulum di sekolah penggerak yang terpilih dan bukan di sekolah secara nasional. "Dan sekali lagi tidak ada kebijakan apa pun yang akan keluar di 2021 dalam skala kurikulum nasional, apalagi penghapusan mata pelajaran sejarah," ungkapnya. Nadiem juga mengaku terkejut mengenai isu yang berkembang termasuk hal-hal yang mempertanyakan visinya perihal sejarah kebangsaan. Sebab, ia berkomitmen untuk mengembangkan pelajaran sejarah menjadi lebih menarik. "Misi saya sebagai menteri adalah kebalikan dari isu itu. Saya ingin menjadikan pelajaran sejarah relevan bagi generasi muda dengan penggunaan media yang menarik dan relevan untuk generasi baru kita agar bisa menginspirasi," ujarnya. Nadiem mengimbau masyarakat untuk menyaring informasi agar agar isu tidak benar mengenai penghapusan pelajaran sejarah itu tak makin liar. Ia menyebut sejarah adalah tulang punggung dari identitas nasional sehingga mata pelajaran sejarah dianggapnya sangat penting.


C. TANGGAPAN 

Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) mengecam wacana penyederhanaan kurikulum 2021 yang sedang dibahas oleh Kemendikbud. Poinnya, menolak mata pelajaran sejarah yang dibatasi untuk tingkat SMA dan SMK. Presiden AGSI Sumardiansyah Perdana Kusuma tidak sepakat sejarah yang mulanya pelajaran wajib dijadikan pilihan dalam struktur kurikulum yang digagas Kemendikbud. Sehingga memungkinkan siswa untuk memilih atau tidak memilih belajar sejarah. "Sejarah memang tidak dihapuskan di jenjang ini, melainkan direduksi keberadaannya. Ini kebijakan yang keliru, sebab bagi kami belajar sejarah adalah sebuah keharusan, bukan pilihan," ujarnya kepada Tirto, Jumat (18/9/2020) malam. Sumardiansyah berpendapat pelajaran sejarah merupakan upaya merawat ingatan generasi muda terhadap identitas dan jati diri bangsanya sendiri. "Dengan mempelajari sejarah saja, bangsa ini mengalami krisis. Apalagi tidak mempelajarinya. Jangan sampai sejarah hanya menjadi alat legitimasi penguasa dan elite," ujarnya. Melalui draft "Sosialisasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional" tertanggal 25 Agustus 2020 milik Kemendikbud yang diperoleh dari sumber Tirto, disebutkan pelajaran sejarah Indonesia hanya dipelajari siswa SMA/sederajat kelas 10. Bagi siswa kelas 11 dan 12 SMA/sederajat, pelajaran sejarah tidak wajib dipelajari; tidak berdiri tunggal dan digabung dalam pelajaran IPS. Sementara untuk siswa SMK, pelajaran sejarah justru ditiadakan dalam rencana kurikulum 2021—setelah dalam revisi kurikulum 2018 terjadi pengurangan jam belajar dari 2 jam (untuk kelas X, XI, XII) menjadi 3 jam (untuk kelas X). "Bayangkan anak-anak SMK tidak belajar sejarah dan lulus, tidak tahu siapa dia, tidak punya ideologi kebangsaan. Hanya menjadi robot kapitalis dan industri. Kita tidak mau itu," ujarnya. Meskipun kurikulum 2021 masih berupa draft, AGSI mendesak agar Kemendikbud mengembalikan sejarah sebagai "pelajaran wajib yang diajarkan di semua kelas dan di semua jenjang." Sebagai aksi protes, AGSI juga menggalang petisi dalam jaringan sejak 15 September 2020, kini sudah ditandatangani oleh 12.922 responden per 19 September 2020. "Kami pun melakukan respons secara preventif, memberikan pandangan-pandangan kritis-konstruktif agar keberadaan dokumen tersebut bisa ditinjau kembali, dan jangan sampai menjadi sebuah kebijakan final," imbuhnya. Melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto pada Jumat malam, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud Totok Suprayitno mengatakan penyederhanaan kurikulum 2021 "masih berada dalam tahap kajian akademis." Ia mengklaim tidak ada rencana penghapusan pelajaran sejarah di tingkat SMA/MA/SMK. Ia beranggapan sejarah sebagai "salah satu kunci pengembangan karakter bangsa." "Tentunya Kemendikbud sangat mengharapkan dan mengapresiasi masukan dari seluruh pemangku kepentingan pendidikan, termasuk organisasi, pakar, dan pengamat pendidikan, yang merupakan bagian penting dalam pengambilan kebijakan pendidikan," ujarnya.


D. KESIMPULAN

Sebagai guru Sejarah di SMA, penulis memberikan kesimpulan bahwa apabila mata pelajaran Sejarah baik di tingkat SMP maupun SMA dihapuskan dari kulikulum sekolah, maka negara akan mengalami ancaman dari dalam, yaitu secara tidak langsung bangsanya dan para generasi penerusnya akan melupakan bagaimana sejarah berdirinya negara tersebut. Semakin lama, mereka akan melupakan jati diri bangsa tersebut dan akan muncul gerakan-gerakan yang sparatis dan berakibat pecahnya negara menjadi negara-negara kecil yang ingin merdeka membangun negara sendiri.

Hal itu, menunjukkan bahwa negara tersebut sudah hancur karena tidak dapat menjaga keutuhan negaranya. Akibat dari tidak dapat mendidik para generasi bangsanya untuk memiliki karakter rasa cinta tanah air dan patriotisme. Rasa tanggung jawab dan rasa memiliki negara para generasi penerus bangsa telah hilang seiring berjalannya waktu.


DAFTAR REFERENSI


2 komentar:

  1. Mapel Sejarah dan Pendidikan Agama adalah Mapel Wajib di Kurikulum Pendidikan Indonesia. Jaga NKRI dan Pancasila.

    BalasHapus
  2. Mapel Sejarah dan Pendidikan Agama adalah Mapel Wajib di Kurikulum Pendidikan Indonesia. Jaga NKRI dan Pancasila.

    BalasHapus

Featured Post

Refleksi Pembelajaran Matematika Realistik dengan Geogebra dalam Pembelajaran Fungsi Eksponensial di SMAN 1 Boyolali

Edisi: Vol. 5 No. 1 September - Desember 2024 Penulis : Windi  Hastuti, S.Pd (Guru Matematika SMAN 1 Boyolali - Jawa Tengah) Keprihatinan sa...