(Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Profesi Guru, Universitas Sebelas Maret)
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menggali potensi dan efektivitas penerapan Soal Berbasis AKM dalam meningkatkan kemampuan bernalar kritis peserta didik SMA Negeri 5 Surakarta pada materi teks anekdot. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran didapatkan hasil bahwa kemampuan bernalar kritis peserta didik masih rendah yang berakibat pada rendahnya ketercapaian hasil belajar pada materi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas yang dibatasi hingga tiga siklus. Metode pelaksanaan yang diterapkan meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi sebagai pendekatan iteratif untuk perbaikan dan peningkatan. Hasil tindakan siklus I menunjukkan peserta didik dengan kategori bernalar kritis tinggi hanya mencapai 33,3%. Oleh sebab itu perlu adanya tindakan lanjut yang dilakukan guru untuk menangani rendahnya kemampuan bernalar kritis peserta didik. Hasil tindakan siklus II mencapai 55,6%, dan hasil tindakan siklus III mencapai 80,56% peserta didik dengan kemampuan bernalar kritis tinggi. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya kenaikan kemampuan bernalar kritis pada peserta didik setelah dilakukan tindakan. Maka dapat disimpulkan bahwa penerapan soal berbasis AKM dapat menjadi salah satu alternatif soal pembelajaran yang menarik dan dapat meningkatkan kemampuan bernalar kritis peserta didik.
Kata Kunci: AKM, Bernalar Kritis, Anekdot
Pendahuluan
Pendidikan di era modern saat ini menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah menengah atas. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah kemampuan bernalar kritis peserta didik, terutama dalam memahami dan menganalisis teks anekdot. Teks anekdot, sebagai salah satu bentuk tulisan yang memiliki nilai hiburan sekaligus makna mendalam, menantang peserta didik untuk tidak hanya memahami isi cerita tetapi juga mampu menganalisis dan menyimpulkan pesan yang terkandung di dalamnya. Pada fase E pembelajaran peserta didik diharapkan sudah memiliki fondasi pengetahuan yang cukup dan mampu mengaplikasikan keterampilan bernalar kritisnya secara maksimal.
Salah satu kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2020 yaitu terkait Asesmen Nasional. Asesmen Nasional tidak mengevaluasi capaian hasil belajar peserta didik, tetapi mengevaluasi dan memetakan sistem pendidikan berupa input, proses, dan hasil. Menurut Novita dalam Rohim, dkk. (2021: 56), Penilaian Asesmen Nasional meliputi tiga aspek, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), survei karakter, serta survei lingkungan belajar. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) merupakan penilaian kompetensi mendasar yang dibutuhkan oleh semua peserta didik agar mampu mengembangkan kapasitas diri dan berpartisipasi positif pada masyarakat (Kemendikbud, 2020: 3). Terdapat dua kompetensi mendasar yang diukur AKM, yaitu literasi membaca dan literasi matematika (numerasi). Literasi membaca dapat diartikan sebagai keterampilan memahami dan menerima informasi dengan tujuan mengembangkan pengetahuan dan potensi seseorang. Jadi, literasi di sini berkaitan dengan membaca dan menulis (Yuliandari & Hadi, 2020: 209). Kompetensi yang dinilai pada literasi membaca maupun numerasi yaitu berkaitan dengan keterampilan berpikir logis-sistematis, keterampilan bernalar berdasarkan konsep dan pengetahuan yang telah dipelajari, serta keterampilan mengolah informasi.
SMA Negeri 5 Surakarta sebagai lembaga pendidikan yang berkomitmen tinggi terhadap peningkatan prestasi peserta didik, telah merespons tantangan ini dengan menerapkan Soal Berbasis AKM (Analisis Kompetensi Minimum) pada fase E pembelajaran. Penerapan Soal Berbasis AKM diharapkan dapat menjadi solusi inovatif untuk meningkatkan kemampuan bernalar kritis peserta didik pada materi teks anekdot. Pada fase E, sebagai tahap puncak dalam pembelajaran, menjadi momentum krusial untuk menguji sejauh mana peserta didik dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh selama proses pembelajaran. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menggali potensi dan efektivitas penerapan Soal Berbasis AKM dalam meningkatkan kemampuan bernalar kritis peserta didik SMA Negeri 5 Surakarta pada materi teks anekdot. Dengan kompetensi tersebut, peserta didik diharapkan mampu menyelesaikan masalah-masalah yang disajikan melalui AKM. Jadi, AKM tidak hanya mengukur peserta didik dalam menguasai konten, tetapi juga bertujuan untuk mengukur kompetensi secara mendalam.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas merupakan kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktik pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tidakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut. Metode ini melibatkan tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi sebagai pendekatan iteratif untuk perbaikan dan peningkatan. Subjek penelitian adalah peserta didik kelas X-E7 SMA Negeri 5 Surakarta yang berjumlah 36 peserta didik. Instrumen penelitian meliputi tes AKM untuk mengukur kemampuan bernalar kritis peserta didik, observasi terhadap proses pembelajaran, dan wawancara dengan guru bahasa Indonesia untuk mendapatkan pandangan mereka terkait kesulitan peserta didik. Sedangkan teknik analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif dengan menggabungkan data dari tes AKM, observasi, dan wawancara. Hasil analisis digunakan untuk memahami perkembangan kemampuan bernalar kritis peserta didik. Validitas instrumen dijamin dengan melibatkan pakar pendidikan dalam merancang soal AKM, sementara reliabilitas diukur dengan uji ulang terhadap sejumlah peserta didik.
Hasil dan Pembahasan
SMA Negeri 5 Surakarta atau dikenal dengan SMALISKA, merupakan salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri yang ada di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Sama dengan SMA pada umumnya di Indonesia masa pendidikan sekolah di SMA Negeri 5 Surakarta ditempuh dalam waktu tiga tahun pelajaran, mulai dari Kelas X sampai Kelas XII. Sejarah SMA Negeri 5 Surakarta dimulai pada 1 September 1955, SMA swasta di kota Surakarta oleh pemerintah dinegerikan dan sebagai direkturnya ditetapkan Drs. M. Prawironegoro. SMA Negeri ini diberi nama SMA Negeri III Bagian C. Pada tahun 1955 melalui surat keputusan Y.M. Menteri PKK tertanggal 9 Agustus 1955 No. 4083/B/III, berhubung jumlah kelas terlalu besar, terhitung mulai 1 Agustus 1955, SMA Negeri III Bagian C dipecah menjadi 2 sekolah, yaitu SMA Negeri IV bagian C tetap dipimpin oleh Drs. M. Prawironegoro dan SMA Negeri V bagian C dipimpin oleh Kaboel Dwijoleksono. Pada waktu lahirnya, SMA Negeri V bagian C menumpang di SMP Negeri IV di Banjarsari, sedangkan SMA Negeri IV menumpang di SMP Kristen Banjarsari, yang menyelenggarakan kegiatan pada siang hari. Selanjutnya pada 1958 SMA Negeri V bagian C bersama-sama dengan SMA Negeri IV bagian C pindah dari Banjarsari ke Jl. Colomadu No 47 atau sekarang Jl. Laksamana Adisucipto No. 1 Surakarta. Kemudian pada 1966 nama SMA Negeri V Bagian C diganti dengan nama SMA Negeri V Surakarta yang berkedudukan di Jl. Laksamana Adisucipto No. 1 Surakarta dengan kegiatan pada siang hari. Terakhir, pada 4 September 1974 SMA Negeri V Surakarta pindah dari Jl. Laksamana Adisucipto No. 1 ke Jl. Letjen Sutoyo No. 18, Nusukan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Hasil observasi di SMA Negeri 5 Surakarta diperoleh dengan menggunakan instrumen tes tertulis yang mencakup sasaran akademik.
Hasil wawancara dengan guru bahasa Indonesia di SMA Negeri 5 Surakarta, salah satu materi yang dianggap sulit adalah Teks Anekdot yang dapat dilihat pada tahun pembelajaran 2022/2023 presentase ketuntasan nilai sumatif materi tersebut 40%. Menurut guru, peserta didik umumnya kesulitan dalam memahami persepsi di dalam teks bacaan akibatnya kurangnya literasi peserta didik.
Berdasarkan permasalahan yang dialami peserta didik, salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah menerapkan soal berbasis AKM untuk meningkatkan kemampuan bernalar kritis peserta didik melalui pembiasaan soal-soal literasi.
Indikator Bernalar Kritis
Pelajar yang bernalar kritis mampu secara objektif memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi dan menyimpulkannya. Elemen-elemen dari bernalar kritis adalah memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi pemikiran dan proses berpikir dalam mengambilan keputusan.
a. Memperoleh dan memproses informasi dan gagasan
Pelajar Pancasila memproses gagasan dan informasi, baik dengan data kualitatif maupun kuantitatif. Ia memiliki rasa keingintahuan yang besar, mengajukan pertanyaan yang relevan, mengidentifikasi dan mengklarifikasi gagasan dan informasi yang diperoleh, serta mengolah informasi tersebut. Ia juga mampu membedakan antara isi informasi atau gagasan dari penyampainya. Selain itu, ia memiliki kemauan untuk mengumpulkan data atau fakta yang berpotensi menggugurkan opini atau keyakinan pribadi. Berbekal kemampuan tersebut, Pelajar Pancasila dapat mengambil keputusan dengan tepat berdasarkan informasi dari berbagai sumber yang relevan dan akurat.
b. Menganalisis dan mengevaluasi penalaran.
Pelajar Pancasila menggunakan nalarnya sesuai dengan kaidah sains dan logika dalam pengambilan keputusan dan tindakan dengan melakukan analisis serta evaluasi dari gagasan dan informasi yang ia dapatkan. Ia mampu menjelaskan alasan yang relevan dan akurat dalam penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan. Akhirnya, ia dapat membuktikan penalarannya dengan berbagai argumen dalam mengambil suatu simpulan atau keputusan.
c. Merefleksi dan mengevaluasi pemikirannya sendiri.
Pelajar Pancasila melakukan refleksi dan evaluasi terhadap pemikirannya sendiri (metakognisi) dan berpikir mengenai bagaimana jalannya proses berpikir tersebut sehingga ia sampai pada suatu simpulan. Ia menyadari proses berpikirnya beserta putusan yang pernah dihasilkannya, dan menyadari perkembangan serta keterbatasan daya pikirnya. Hal ini membuatnya menyadari bahwa ia dapat terus mengembangkan kapasitas dirinya melalui proses refleksi, usaha memperbaiki strategi, dan gigih dalam menguji coba berbagai alternatif solusi. Selain itu, ia memiliki kemauan untuk mengubah opini atau keyakinan pribadi tersebut jika memang bertentangan dengan bukti yang ada.
Tindakan pertama dilakukan pada siklus I dengan cara sebagai berikut. Pertama, guru membuat rancangan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik serta solusi yang dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan bernalar kritis peserta didik. Kemudian guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rancangan yang telah dibuat. Adapun langkah-langkahnya yaitu mengawali pembelajaran dengan salam dan berdoa, kemudian guru memastikan kesiapan peserta didik dengan ice breaking. Setelah ice breaking guru melakukan assesmen awal melalui mentimeter. Kemudian guru menyampaikan pertanyaan pemantik yang langsung dijawab oleh peserta didik secara lisan. Guru menyiapkan teks Anekdot yang akan dibaca oleh salah satu peserta didik kemudian peserta didik lainnya menyimak teks yang dibacakan. Guru menanyakan ke peserta didik mengenai inti dari bacaan teks tersebut. Setelah peserta didik memahami inti teks tersebut, peserta didik mencoba latihan mengerjakan soal-soal literasi teks Anekdot berbasis AKM yang sudah dibuat oleh guru. Peserta didik mempresentasikan hasil dari latihan mengerjakan soal AKM teks Anekdot secara individu yang kemudian diberikan feedback oleh guru dan peserta didik lainnya. Diakhir siklus dilakukan tes mengerjakan kembali soal AKM teks anekdot untuk melihat ketercapaian memperoleh dan memproses informasi, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi dan mengevaluasi pemikirannya sendiri dalam meningkatkan gagasan bernalar kritis peserta didik pada materi teks Anekdot. Data pada tahap siklus 1 menunjukkan rendahnya kemampuan bernalar kritis peserta didik. Sejumlah 12 peserta didik dari 36 peserta didik memiliki bernalar kritis yang tinggi, yaitu memperoleh dan memproses informasi, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi dan mengevaluasi pemikirannya sendiri. Sedangkan 24 peserta didik yang memiliki bernalar kritis rendah ditunjukkan dengan kurangnya memperoleh dan memproses informasi, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi dan mengevaluasi pemikirannya sendiri.
Adapun indikator tinggi-rendahnya kemampuan bernalar kritis peserta didik dapat dilihat pada tabel berikut.
Indikator Tingkat Kemampuan
Bernalar Kritis Peserta Didik
Indikator |
Tingkat Kemampuan Bernalar Kritis |
Skor |
Belum muncul kemampuan
memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi dan mengevaluasi pemikirannya
sendiri |
Sangat Rendah |
1 |
Sudah muncul kemampuan
memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, tetapi belum muncul kemampuan
menganalisis dan mengevaluasi penalaran,
merefleksi dan mengevaluasi pemikirannya sendiri |
Rendah |
2 |
Sudah muncul kemampuan
memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, tetapi belum muncul kemampuan merefleksi dan
mengevaluasi pemikirannya sendiri |
Cukup |
3 |
Sudah mampu memperoleh dan
memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi dan mengevaluasi pemikirannya
sendiri |
Tinggi |
4 |
Indikator tingkat bernalar kritis di atas, dibuat berdasarkan kategori hasil observasi selama proses pembelajaran siklus I. Adapun hasil dari siklus I sesuai indikator 24 peserta didik (66,7%) termasuk dalam tingkat bernalar kritis sangat rendah, rendah, dan cukup. Sejumlah 10 peserta didik belum muncul kemampuan memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi dan mengevaluasi pemikirannya sendiri (27,8%) masuk pada tingkat bernalar kritis sangat rendah. Sedangkan 8 peserta didik (22,2%) termasuk dalam tingkat bernalar kritis rendah dan 6 peserta didik (16,7%) masuk pada tingkat cukup. Sisanya yaitu 12 peserta didik (33,3%) masuk pada kategori tingkat bernalar kritis tinggi. Angka tersebut menunjukkan hasil pemahaman rata-rata peserta didik masih dibawah ketercapaian kemampuan bernalar kritis, dengan tujuan pembelajaran terendah pada elemen membaca. Berdasarakan hasil analisa peserta didik kelelahan dalam membaca teks yang lebih dari 500 kata, sehingga memerlukan siklus ke II yang difokuskan pada peningkatan kemampuan membaca teks panjang. Adapun rekap tingkat kemampuan bernalar kritis peserta didik pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut.
Rekap Tingkat Bernalar Kritis Peserta Didik Siklus I
Tingkat Bernalar
Kriris |
Presentase |
Jumlah Peserta
Didik |
Sangat Rendah |
27,8 % |
10 |
Rendah |
22,2 % |
8 |
Cukup |
16,7 % |
6 |
Tinggi |
33,3% |
12 |
Tindakan kedua dilakukan pada siklus II dengan strategi pembelajaran problem based learning. Pada tahap perencanaan guru menyesuaikan soal berbasis AKM berdasarkan refleksi siklus I dan fokus pada pengembangan keterampilan analisis peserta didik. Di setiap awal pembelajaran guru mebiasakan peserta didik untuk membaca stimulus teks panjang dari teks anekdot yang sudah dipersiapkan oleh guru secara individu dengan teks yang menarik dan relevan berdasarkan pengalaman peserta didik, kemudian peserta didik dibagi 5 kelompok sesuali level hasil siklus I. Level pertama peserta didik dengan pengetahuan yang tinggi, level kedua dengan pengetahuan sedang, dan level ketiga dengan pengetahuan rendah. Peserta didik dengan pengetahuan tinggi terdiri dari 1 kelompok, peserta didik dengan pengetahuan sedang terdiri dari 1 kelompok, dan peserta didik dengan level pengetahuan rendah terdiri dari 3 kelompok.
Tujuan dari dilakukannya pengkategorian peserta didik berdasarkan level ini adalah agar guru lebih mudah memberikan perhatian serta materi dan pemahaman sesuai level peserta didik. Melalui pengkategorian tersebut, perkembangan serta perubahan kemampuan bernalar kritis peserta didik juga lebih mudah untuk dilihat. Setelah dikategorikan peserta didik berdiskusi untuk menganalisis struktur stimulus teks tersebut, kegiatan ini mendorong peserta didik untuk saling bertukar pendapat dan memberikan alasan atas analisis mereka. Kegiatan ini untuk melihat ketercapaian menganalis dan mengevaluasi peserta didik dalam bernalar kritis. Setelah peserta didik menganalis stimulus teks, guru memberikan soal literasi teks anekdot berbasis AKM yang dikerjakan peserta didik untuk melihat kemajuan dari kemampuan memperoleh dan memproses informasi, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi dan mengevaluasi pemikirannya sendiri dalam meningkatkan gagasan bernalar kritis peserta didik pada materi teks Anekdot.
Hasil setelah dilakukan tindakan pada siklus II menunjukkan adanya peningkatan kemampuan bernalar kritis peserta didik. Sesuai indikator 16 peserta didik (44,4%) termasuk dalam tingkat kemampuan bernalar kritis sangat rendah, rendah, dan cukup. Sejumlah 8 peserta didik yang kemampuan memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi dan mengevaluasi pemikirannya sendiri (22,2%) masuk pada tingkat kemampuan bernalar kritis sangat rendah. Sedangkan 6 peserta didik lain (16,7%) termasuk dalam tingkat kemampuan peserta didik rendah, dan 2 peserta didik lain (5,6%) masuk pada tingkat kemampuan bernalar kritis cukup. Sisanya yaitu 20 peserta didik (55,6%) masuk pada kategori tingkat kemampuan bernalar kritis tinggi. Hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan dari tahap siklus I ke siklus II. Adapun rekapnya sebagai berikut.
Rekap Tingkat Kemampuan Bernalar Kritis Peserta Didik
Tahap Siklus II
Tingkat Kemampuan
Bernalar Kritis |
Presentase |
Jumlah Peserta
Didik |
Sangat Rendah |
22,2% |
8 |
Rendah |
16,7% |
6 |
Cukup |
5,6% |
2 |
Tinggi |
55,6% |
20 |
Setelah melaksanakan siklus II, kemudian lanjut dengan siklus III. Tindakan pelaksanaan siklus III tidak berbeda dengan dengan siklus II. Namun pada siklus III guru memfokuskan pada peningkatan kemampuan refleksi dan evaluasi dalam pembelajaran. Hal ini bertujuan agar guru dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih efektif dan memberikan peserta didik alat untuk menjadi pembelajar yang lebih mandiri dan sadar diri. Tindakan ketiga dilakukan pada siklus III dengan strategi pembelajaran problem based learning. Pada tahap perencanaan guru menyesuaikan soal berbasis AKM berdasarkan refleksi siklus I dan fokus pada pengembangan keterampilan analisis peserta didik pada siklus II. Di siklus III guru memberikan pengantar interaktif untuk peserta didik dengan diawali setiap sesi pembelajaran dengan pertanyaan atau anekdot singkat untuk memancing minat peserta didik, kemudian diskusikan pertanyaan tersebut secara bersama-sama untuk merangsang pemikiran kritis sejak awal. Kemudian guru memberikan stimulus soal berbasis AKM dengan bacaan teks yang lebih dari 500 kata kepada peserta didik untuk di analisis. Setelah menganalisis peserta didik bersama guru merefleksi dan mengevaluasi hasil analisis pemikiran peserta didik. Kemudian guru memberikan soal berbasis AKM yang baru untuk melihat ketercapaian peserta didik, dan hasilnya menunjukkan adanya peningkatan kemampuan bernalar kritis pada peserta didik. Sesuai indikator 7 peserta didik (19,4%) termasuk dalam tingkat kemampuan bernalar kritis sangat rendah, rendah, dan cukup. Sejumlah 2 peserta didik dengan kemampuan memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi dan mengevaluasi pemikirannya sendiri (5,4%) masuk pada tingkat kemampuan bernalar kritis sangat rendah. Sedangkan 4 peserta didik lain (11,1%) termasuk dalam tingkat kemampuan peserta didik rendah dan 1 peserta didik lain (2,9%) masuk pada tingkat cukup. Sisanya yaitu 29 peserta didik (80,56%) masuk pada kategori tingkat kemampuan bernalar kritis tinggi. Hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan dari tahap siklus II ke siklus III. Adapun rekapnya sebagai berikut.
Rekap Tingkat Kemampuan Bernalar
Kritis Peserta Didik Tahap Siklus III
Tingkat Kemampuan Bernalar Kritis |
Presentase |
Jumlah Peserta Didik |
Sangat
Rendah |
5,4% |
2 |
Rendah |
11,1% |
4 |
Cukup |
2,9% |
1 |
Tinggi |
80,56% |
29 |
Hasil dari tahap siklus I hingga siklus III menunjukkan adanya peningkatan kemampuan bernalar kritis peserta didik menggunakan metode problem based learning. Adapun rekap peningkatan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Rekap Tingkat Kemampuan Bernalar Kritis Peserta Didik
Tahap Siklus I, Siklus II, dan Siklus III
Tahapan Siklus |
Presentase Tingkat Kemampuan Bernalar Kritis Sangat
Rendah, Rendah, dan Cukup |
Presentase Tingkat Kemampuan Bernalar Kritis Tinggi |
Siklus
I |
66,7% |
33,3% |
Siklus
II |
44,4% |
55,6% |
Siklus
III |
19,4% |
80,56% |
Konsep dalam penilitian ini mengacu pada soal berbasis AKM yang merupakan singkatan dari asesmen kompetensi minimum yang bertujuan mengukur capaian peserta didik dari hasil belajar kognitif yang didapatkannya dari berliterasi. Tingkat kompetensi ini dapat dimanfaatkan guru untuk menyusun strategi pembelajaran yang efektif dan berkualitas. AKM adalah ujian yang menyajikan masalah-masalah dengan beragam konteks yang diharapkan mampu diselesaikan oleh peserta didik menggunakan kompetensi literasi membaca yang dimilikinya. AKM akan mendukung “Teaching at the right point”. Pembelajaran yang dirancang berdasarkan AKM akan memudahkan peserta didik menguasai kompetensi yang diharapkan. AKM dimaksudkan untuk mengukur kompetensi secara mendalam, tidak sekedar penguasaan konten. Salah satu kompetensi yang diukur dalam AKM adalah literasi membaca. Literasi berkaitan dengan pembelajaran yang mengharuskan pemahaman komprehensif. Literasi merupakan kompetensi pertama yang diukur dalam AKM. Literasi AKM adalah kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, merefleksikan berbagai jenis teks tertulis untuk mengembangkan kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia dan untuk dapat berkontribusi secara produktif kepada masyarakat.
Dengan menggunakan soal berbasis AKM diharapkan dapat mengukur kemampuan bernalar kritis dengan penerapan soal berbasis AKM adalah untuk mengukur sejauh mana peserta didik dapat menggunakan kemampuan bernalar kritis mereka dalam menganalisis, mengevaluasi, dan menyintesis informasi terkait dengan materi teks anekdot Fase E. Dengan memberikan tugas-tugas yang memerlukan pemikiran kritis, peserta didik diharapkan dapat memotivasi diri mereka sendiri untuk mencari informasi, menganalisis, dan mengatasi tantangan yang diberikan. Dengan menitikberatkan pada teks anekdot Fase E, penerapan Soal Berbasis AKM bertujuan untuk meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi tersebut. Proses menganalisis dan mengevaluasi teks akan membantu peserta didik memahami konteks, struktur, dan maksud dari teks anekdot. Soal Berbasis AKM biasanya dirancang untuk menantang peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berpikir analitis. Dengan merinci pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan pemikiran mendalam, peserta didik akan terlatih dalam memecahkan masalah dan menghubungkan informasi secara kritis. Guru dapat menilai tidak hanya hasil akhir dari pemikiran kritis peserta didik tetapi juga langkah-langkah dan strategi yang digunakan dalam menyelesaikan tugas. Teks anekdot seringkali membutuhkan kreativitas dalam memahami humor atau pesan tersirat. Dengan mengeksplorasi teks anekdot, peserta didik diharapkan dapat mengembangkan kemampuan kreatif mereka dalam membaca dan menginterpretasikan teks tersebut.
Tahapan siklus I hingga siklus III dilakukan secara sederhana. Hal ini berkaitan dengan waktu yang dimiliki peniliti terbatas. Satu siklus dilaksanakan dengan satu pertemuan yang mencakup kegiatan pre-test hingga penilaian. Sehingga terdapat beberapa keterbatasan data yang dimiliki oleh peneliti. Setelah dilaksanakan penelitian di SMA Negeri 5 Surakarta diharapkan agar guru dapat menerapkan soal berbasis AKM pada pelajaran yang lain, sebagai variasi soal penilaian akhir pembelajaran di kelas. Peserta didik diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pengembangan kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis dan memahami teks bacaan secara lebih mendalam.
Kesimpulan
Penerapan soal berbasis AKM pada materi teks Anekdot di Fase E SMA Negeri 5 Surakarta dapa meningkatkan kemampuan bernalar kritis peserta didik. Hal tersebut dapat dilihat dari tiap siklus pembelajaran yang dilakukan mulai dari tahap siklus I, siklus II, dan siklus III. Ketiga hasil siklus menunjukkan kenaikan yang signifikan kemampuan bernalar kritis pada peserta didik. Jumlah peserta didik yang memiliki kriteria bernalar kritis tinggi semakin meningkat. Maka dari itu penerapan soal berbasis AKM terbukti cukup efektif bagi peserta didik di Fase E SMA Negeri 5 Surakarta. Harapannya model soal ini dapat diterapkan untuk mata pelajaran lain dengan soal bacaan yang lebih menarik. Agar kemampuan bernalar kritis peserta didik dapat berkembang dengan baik. Dengan penerapan strategi ini, diharapkan peserta didik di SMA Negeri 5 Surakarta dapat mengembangkan kemampuan bernalar kritis mereka secara menyeluruh dalam memahami dan menganalisis teks anekdot pada fase E.
Daftar Pustaka
- Kemendikbud. (2020). AKM dan Implikasinya pada Pembelajaran. Jakarta: Kemdikbud.
- Rohim, D.C., Rahmawati, S., & Ganestri, I.D. (2021). Konsep Asesmen Kompetensi Minimum untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Numerasi Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Varidika, 33 (1), 54-62. Diperoleh pada 18 Desember 2023 dari https://journals.ums.ac.id/index.php/varidika/article/view/14993
- "Sejarah Singkat SMA Negeri 5 Surakarta". http://www.sma5solo.sch.id/html/index.php. SMA Negeri 5 Surakarta. Diakses tanggal 18 Desember 2023.
- Yuliandri, R. N. & Hadi, S. (2020). Implikasi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter terhadap Pengelolaan Pembelajaran SD. Jurnal Kependidikan Dasar Islam Berbasis Sains, 5 (2), 203-219. Diperoleh pada 18 Desember 2023 dari https://ibriez.iainponorogo.ac.id/index.php/ibriez/article/view/119.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar