(Guru Bahasa Jawa SMK Negeri 4 Sukoharjo - Jawa Tengah)
Edisi: Vol. 3 No. 3 Mei - Agustus 2023
Maraknya modernisasi membawa dampak terhadap peradaban. Namun, bukan berarti modernisasi melunturnya budaya yang sudah mengakar. Memang semestinya dapat dijaga dan dilestarikan sebagai identitas dan warisan suatu bangsa.
Akhir akhir ini banyak perbincangan menyoroti sastra Jawa yang sarat akan makna mengalami transformasi. Sebagai contoh geguritan, sastra Jawa yang mulai lekang oleh zaman justru memberikan warna baru agar tetap menjaga eksistensinya. Sutarjo, Dosen FIB UNS menjelaskan bahwa geguritan tetap mampu menunjukkan tajinya di tengah gempuran globalisasi. Beliau menegaskan bahwa transformasi geguritan dianggap suatu hal yang wajar dan baik asal tidak meninggalkan esensi geguritan sebagai sarana pendidikan, nasihat, kritik sosial, deskripsi keadaan, dan sejenisnya. (https://fib.uns.ac.id)
Seperti kita ketahui, geguritan memiliki dua macam yaitu tradisi dan modern. Geguritan tradisi (gaya lama) masih menjunjung aturan dalam penulisan maupun penyampaiannya. Selain itu, geguritan gaya baru atau modern cenderung mengutamakan kebebasan dalam aturan baik penggunaan bahasa sebagai unsur rasa dan batin geguritan.
Geguritan gaya baru atau modern ini menjadi sarana transformasi geguritan yang masih menjunjung nilai luhur. Transformasi geguritan ini membuat ruang baru kepada masyarakat. Perubahan ini dikenal sebagai geguritan modern yang dianggap sebagai terobosan untuk menjaga keberadaan geguritan saat ini.
Misalnya, transformasi geguritan masih bisa dinikmati tanpa harus menghilangkan esensi geguritan itu sendiri. Transformasi ini bermaksud agar geguritan ini dapat terus berkembang di arus zaman yang kian menggerus budaya yang ada sehingga tidak hilang ditelan oleh zaman. Bentuk pelestarian pun dilakukan mulai dari merevitalisasi, mengaktualisasikan, atau mentranformasi geguritan. Hal ini dilakukan sebagai tanggung jawab kita sebagai orang pribumi yang kita melestarikan budaya yang ada.
Macopat misalnya salah satu transformasi yang dilakukan sebagai Langkah untuk menjaga keberadaan geguritan agar tidak dimakan zaman. Versi macopat banyak kita jumpai dalam pertunjukan wayang, lawakan tunggal atau dikenal sebagai stand up comedi, bahkan dalam festival dan perlombaan.
Geguritan masih diminati generasi milenial dewasa ini terbukti dalam perlombaan membuat dan membaca geguritan masih banyak ditemukan. Bahkan dalam kurikulum materi geguritan masih ada dalam pendidikan formal pada mata pelajaran Bahasa Jawa. Tidak hanya itu dalam kolom media masa cetak dan elektronik masih memuat rubrik geguritan. Namun, ini menjadi PR kita Bersama untuk terus mengaungkan geguritan sebagai Langkah dan upaya konservasi budaya saat ini dan masa depan.
Referensi:
- https://fib.uns.ac.id/news/apakah-geguritan-masih-berdetak-di-era-globalisasi-liputan-khusus-dengan-drs-sutarjo-m-hum-dosen-prodi-sastra-daerah-fib-uns
Tidak ada komentar:
Posting Komentar