(Guru Matematika SMAN 1 Boyolali - Jawa Tengah)
PISA (Programme for International Student Assesment) merupakan survei evaluasi sistem pendidikan di dunia yang mengukur kinerja siswa kelas pendidikan menengah. Penilaian ini dilakukan setiap tiga tahun sekali dan dibagi menjadi tiga poin utama, yaitu literasi, matematika, dan sains. Indonesia sudah berpartisipasi dalam penilaian ini selama 18 tahun, sejak tahun 2000. Hasil PISA pada tahun 2018 mengukur kemampuan 600 ribu anak berusia 15 tahun dari 79 negara. The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) telah mengumumkan hasil PISA 2018, dengan hasil seperti tahun-tahun sebelumnya, perolehan peringkat Indonesia tidak memuaskan. Pada kategori kemampuan membaca, Indonesia menempati peringkat ke-6 dari bawah (74) dengan skor rata-rata 371. Turun dari peringkat 64 pada tahun 2015. Lalu pada kategori matematika, Indonesia berada di peringkat ke-7 dari bawah (73) dengan skor rata-rata 379. Turun dari peringkat 63 pada tahun 2015. Sementara pada kategori kinerja sains, Indonesia berada di peringkat ke-9 dari bawah (71), yakni dengan rata-rata skor 396. Turun dari peringkat 62 pada tahun 2015. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa Indonesia masih rendah, masih dibawah rata-rata.
Matematika di Indonesia
Rendahnya kemampuan matematika siswa Indonesia dapat dilihat dari kebanyakan siswa Indonesia menganggap matematika itu pelajaran yang sulit. Hal tersebut dikarenakan matematika selalu berhubungan dengan angka, rumus dan hitung-menghitung. Dilain pihak doktrin dari kakak kelas bahkan orang tua mereka yang jadi panutan yang menyatakan matematika sulit juga jadi penyumbang rendahnya motivasi belajar matematika siswa tentunya berbuntut pada rendahnya kemampuan matematika siswa. Faktor lainnya adalah sikap dan penampilan guru matematika yang kurang menarik dan bahkan terkesan killer, juga monotonnya metode mengajar guru yang semakin menjadikan matematika sebagai pelajaran yang tidak menarik untuk dipelajari.
Metode mengajar yang tidak melibatkan siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri menjadikan belajar itu membosankan. Selama ini pula dari sekian banyak metode mengajar yang sudah dijalankan dalam pembelajaran matematika, parahnya masih banyak metode mengajar yang tujuan pembelajarnnya belum menyasar pada sistem HOTS dan cenderung hanya menggunakan metode tipe Lower-Medium Order Thinking. Benjamin Bloom dalam kerangka berpikirnya yang kita kenal sebagai Taksonomi Bloom muncul untuk respons kegelisahan Bloom terhadap sistem pendidikan yang saat itu dibuat yang masih berbasis hafalan. Padahal menurutnya, menghafal adalah tingkatan terendah dari kemampuan berpikir. Tiga struktur terbawah Taksonomi Bloom adalah menghafal, memahami, dan mengaplikasikan termasuk dalam kategori Lower-Order Thinking Skills (berdasar survei PISA, kemampuan siswa di Indonesia masih berada di kategori ini) sedangkan tiga level selanjutnya adalah analisis, evaluasi, dan penciptaan.
Pembelajaran Trigonometri Analitika
Salah satu materi matematika peminatan kelas XI adalah Trigonometri Analitika. Kalau diartikan secara harfiah, trigonometri berasal dari bahasa Yunani, yaitu trigonon yang memiliki arti “tiga sudut” dan metron, artinya “mengukur”. Jadi dapat dikatakan bahwa trigonometri membahas mengenai sudut-sudut yang berada di dalam segitiga. Sebelum membahas trigonometri lebih jauh, konsep dasar yang harus difahami dalam trigonometri yaitu konsep triple phytagoras, konsep dasar segitiga yang terdiri dari tiga buah sisi (sisi miring, sisi samping, dan sisi depan), jumlah suatu sudut dalam segitiga 180o . Setelah memahami konsep tersebut, konsep - konsep yang selanjutnya perlu difahami adalah perbandingan segitiga siku-siku dan perhitungan pada segitiga siku-siku; Konsep perbandingan trigonometri untuk sudut-sudut berelasi; Konsep identitas trigonometri; Grafik fungsi trigonometri; Persamaan dan pertidaksamaan trigonometri; Konsep aturan sinus dan aturan kosinus; Konsep luas segitiga. Selanjutnya masuklah ke bagian Trigonometri Analitika yaitu mengenai rumus jumlah, selisih, sudut ganda, sudut paruh, perkalian dan penjumlahan dan terakhir adalah aplikasi trigonometri dalam menyelesaikan soal.
Trigonometri Analitika selama ini dipelajari siswa hanya di dalam kelas dan cenderung hanya hafalan saja. Guru memiliki tantangan untuk bisa menyampaikan materi Trigonometri Analitika dengan lebih menarik, tidak membosankan bagi siswa, dan dengan mempelajarinya di luar kelas. Metode mengajar yang aplikatif akan menarik siswa untuk bisa belajar bermakna (konstektual) melalui media pembelajaran akan membuat semakin menarik. Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses belajar dan pembelajaran matematika adalah suatu kenyataan yang tidak bisa kita hindari keberadaannya. Dengan media pembelajaran, kita bisa lebih mudah dalam memahami materi yang terdapat pada matematika. Setiap materi matematika mempunyai tingkat kesukaran yang bervariasi, ada yang tidak membutuhkan media pembelajaran namun ada juga yang membutuhkan media pembelajaran termasuk trigonometri.
Proyek Klinometer Sederhana
Salah satu media pembelajaran Trigonometri adalah Klinometer Sederhana. Alat ini untuk mengukur sudut elevasi yang dapat digunakan dalam menentukan tinggi suatu benda dengan konsep perbandingan trigonometri. Terkhusus untuk Trigonometri Analitika sudut-sudut yang akan digunakan adalah sudut-sudut yang tidak istimewa yang dapat ditentukan nilai perbandingan trigonometrinya menggunakan rumus-rumus Trigonometri Analitika.
Proyek Klinometer Sederhana dilakukan dengan dua kali pertemuan tatap muka dimana pertemuan awal fokus pada pembuatan Klinometer Sederhana diawali dengan membagi siswa dalam enam kelompok terdiri atas masing-masing enam siswa. Setiap kelompok diberi tugas membuat sebuah Klinometer Sederhana sesuai dengan arahan guru, sebagai berikut :
- Pipa pengintai digunakan untuk membidik suatu objek yang ada di langit dengan bagian datar dari busur derajat. Pipa pengintai terbuat dari sedotan
- Bandul digunakan sebagai pemberat, sehingga tali akan selalu terentang dan mengarah ke bawah yang terbuat dari klip kertas
- Busur derajat digunakan sebagai komponen dari klinometer untuk mengukur besar kemiringan
Kemudian alat tersebut digunakan untuk mengukur ketinggian enam buah benda di luar kelas yaitu tinggi gedung aula, tinggi gedung kelas, tinggi pohon tertinggi di sekolahan, tinggi 3 tiang bendera sekolah. Namun dengan sebelumnya mewajibkan siswa menggunakan 3 sudut tertentu contoh 15o, 22,5o dan 67,5o.
Selanjutnya Tiap kelompok menuliskan hasil praktiknya dalam lembar laporan. Pada pertemuan berikutnya diadakan presentasi hasil proyek. Dari hasil laporan siswa, presentasi kelompok serta pengamatan guru diperoleh hasil bahwa :
- Menanamkan karakter peduli lingkungan dan jiwa kreatif pada siswa untuk dapat memanfaatkan barang bekas menjadi sesuatu yang lebih berguna
- Berdasarkan pelaksanaan Proyek ini, menunjukkan bahwa alat peraga yang telah dibuat praktis dan efisien karena mudah didapat bahannya, mudah pembuatannya, dan ringan serta relatif kecil sehingga mudah dibawa
- Siswa yang biasanya aktif dalam pembelajaran matematika kurang dari 10 siswa, namun dengan pemanfaatan alat peraga Klinometer Sederhana ternyata dapat meningkat lebih dari 25 siswa
- Berdasarkan hasil pengamatan peneliti dan hasil diskusi kelompok pada lembar laporan Proyek Klinometer Sederhana, menunjukkan peningkatan kreativitas siswa.
Dari pengalaman pembelajaran Proyek Klinometer Sederhana ini dapat disimpulkan alat peraga Klinometer Sederhana praktis, efisien, serta dapat mendukung penguatan konsep siswa dalam pembelajaran matematika khususnya pada penanaman konsep Trigonometri bahkan sampai pada konsep Trigonometri Analitika untuk menyelesaikan permasalahan kontekstual yang berkaitan dengan sudut elevasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar