Kamis, 22 September 2022

JIGSAW TINGKATKAN EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Edisi: Vol. 3 No. 1 September - Desember 2022

Oleh: Nur Rohmah, S. Pd.
(Guru Matematika SMPN 2 Banyudono Boyolali - Jawa Tengah )

Hampir di setiap sekolah jenjang pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran yang menjadi momok menurut sebagian siswa untuk dipelajari adalah pelajaran matematika. Padahal memahami matematika akan memudahkan siswa mengerjakan soal numerasi. Ada banyak cara yang diupayakan guru di SMP Negeri 2 Banyudono agar siswa menyenangi dan tidak apriori negatif pada pelajaran ini. Salah satu model pembelajaran yang digunakan guru agar kegiatan pembelajaran matematika menjadi menyenangkan, menantang dan dirindukan siswa adalah model jigsaw. 

Pembelajaran kooperatif dengan model jigsaw dikembangkan agar dapat membangun kelas sebagai komunitas belajar yang menghargai semua kemampuan siswa. Dalam model pembelajaran ini siswa secara individual berkembang dan berbagi kemampuan dalam berbagai aspek kerja yang berbeda. Dalam pelaksanaannya, siswa dituntut untuk menjadi aktif sedangkan guru tidak banyak menjelaskan materi kepada siswa sebagaimana yang terjadi dalam proses belajar mengajar model konvensional. Model pembelajaran jigsaw juga mampu membuat siswa untuk berusaha memahami materi dari kelompok ahli lain karena dalam model ini setiap siswa diberi kuis mengenai materi dari semua kelompok ahli. Hasil dari kuis akan menentukan skor kelompok sehingga dalam kelompok asal siswa akan saling menyemangati dan membantu temannya untuk memahami semua materi. Dalam model pembelajaran ini peranan guru sangat kompleks, di samping sebagai fasilitator, guru juga berperan sebagai manajer dan konsultan dalam memberdayakan kelompok siswa.

Model pembelajaran Jigsaw merupakan sebuah teknik yang dipakai secara luas memiliki kesamaan dengan tehnik “pertukaran dari kelompok ke kelompok” (group-to group exchange) dengan suatu perbedaaan penting: setiap siswa  mengajarkan sesuatu. Ini adalah alternatif menarik, ketika ada materi yang dipelajari dapat disingkat atau “dipotong” dan di saat tidak ada bagian yang harus diajarkan sebelum yang lain-lain. Setiap kali siswa  mempelajari sesuatu yang dikombinasi dengan materi yang telah dipelajari oleh siswa  lain, buatlah sebuah kumpulan pengetahuan yang bertalian atau keahlian. (Mel Siberman:  2007).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pembelajaran model jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran yang terdiri dari  beberapa  anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi  tersebut kepada anggota kelompok yang lain. Pada pelaksanaannya jigsaw  juga dituntut pembagian siswa ke dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen. Dengan heterogen tersebut diharapkan masing-masing siswa dapat saling  melengkapi. Maksudnya, tidak bisa  dipastikan siswa tertentu bisa menguasai dengan benar materi yang menjadi tanggung jawab siswa tersebut, harus dipastikan dalam setiap kelompok diwakili setidaknya satu siswa yang masuk kategori siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Jika tugas yang dikerjakan cukup sulit, siswa bisa membentuk kelompok para ahli. Peserta berkumpul dengan siswa  lain yang mendapatkan bagian yang sama dari kelompok lain. Mereka bekerja sama memecahkan materi yang menjadi bagiannya. Kemudian, masing-masing siswa  kembali ke kelompoknya sendiri dan membagikan apa yang telah dipelajarinya kepada angggota kelompok lain. (Anita Lie: 2008).

Kunci dari implementasi model jigsaw ini adalah interdependence (saling ketergantungan) setiap siswa terhadap anggota tim ynag memberikan informasi yang diperlukan. Artinya, para siswa harus memiliki tanggung jawab dan kerja sama yang positif dan saling ketergantungan untuk mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang diberikan. Adapun yang menjadi kelebihan dari model pembelajaran ini adalah sebagai berikut:

  • Memacu siswa untuk berpikir kritis
  • Memaksa siswa untuk membuat kata-kata yang tepat agar dapat menjelaskan kepada teman yang lain.
  • Hal ini akan membantu siswa mengembangkan kemampuan sosialnya.
  • Diskusi yang terjadi tidak didominasi oleh siswa-siswa  tertentu  tapi semua siswa dituntut menjadi aktif.
  • Jigsaw mudah diterapkan dan dapat digunakan bersama strategi belajar yang lain

Langkah-langkah pembelajaran model Jigsaw yang dilakukan oleh guru matematika SMP Negeri 2 Banyudono adalah:

  1. Bahan pelajaran yang akan diberikan dibagi menjadi menjadi beberapa bagian sesuai materi.
  2. Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu dengan brainstorming.
  3. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok asal.
  4. Lembar Kerja Siswa (LKPD) bagian pertama diberikan kepada siswa yang pertama, sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua. Siswa yang ketiga menerima bagian yang ketiga, dan seterusnya.
  5. Kemudian siswa disuruh membaca bagian mereka masing-masing.
  6. Setelah selesai, siswa saling berbagi dan berinteraksi mengenai bagian yang dibaca/dikerjakan masing-masing. 
  7. Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran hari itu untuk memperoleh simpulan.

Pada kegiatan pembelajaran matematika yang menggunakan model jigsaw, akan muncul banyak masalah yang mengurangi keefektifan model ini. Berikut ini adalah masalah dan solusi yang dapat dilakukan guru terkait dengan pelaksanaan model pembelajaran jigsaw. 

1. Masalah siswa yang dominan 

Di dalam kelas jigsaw, siswa mendapatkan giliran untuk menjadi pemimpin diskusi dan mereka segera menyadari bahwa kerja kelompok akan lebih efektif apabila setiap siswa diberi kesempatan untuk mempresentasikan materinya sebelum dikomentari bersama. Hal ini akan meningkatkan ketertarikannya pada kelompok dan mengurangi dominasi. Guru perlu memberi pengertian ke kelompok bahwa tidak ada “super man” tetapi “super team” sehingga mereka mau saling berbagi pengalaman belajar.

2. Masalah siswa yang lambat 

Siswa terlebih dahulu berdiskusi dengan kelompok expert-nya. sebelum menampilkan laporannya. Setiap siswa akan mendapatkan kesempatan untuk mendiskusikan laporannya dan menguraikan berdasarkan saran dan anggota kelompok expert. Kemudian guru dapat memastikan bahwa apa yang mereka peroleh dan hasil diskusi adalah tepat. Biasanya kelompok dapat mengatasi masalahnya sendiri sehingga guru hanya tinggal memonitor saja. Guru membagi siswa pada kelompok yang lebih kecil dengan anggota empat orang per kelompok untuk mengurangi kegiatan bercanda mereka dan lebih mengeksplorasi kemampuan mereka.

3. Masalah dan siswa pandai yang bosan 

Pada setiap model pengajaran, kebosanan merupakan masalah yang sama. Masalah menunjukkan bahwa kebosanan ini dapat dikurangi dengan menggunakan model Jigsaw, dengan model ini menguatkan rasa suka terhadap sekolah, baik siswa pandai dan lambat. Siswa yang pandai akan mendapat giliran memposisikan diri mereka menjadi ‘pengajar’ yang akan memacu mereka untuk lebih giat belajar dan akhirnya akan mengurangi rasa bosan mereka. 

4. Masalah jumlah anggota kelompok yang besar

Untuk mengatasi hal ini, guru dapat membagi siswa dalam kelompok yang lebih kecil dengan anggota 3 – 4 orang saja, dengan tetap memperhatikan keharmonisan antar kelompok. Tujuannya siswa lebih berkonsentrasi ketika melaksanakan diskusi.

Dengan mengatasi masalah-masalah yang mungkin muncul di atas maka kegiatan pembelajaran matematika akan efektif. Indikator dari ketercapaian tujuan pembelajaran bila siswa dapat merasa senang belajar dan meraih prestasi belajar yang tinggi.


REFERENSI

  • Silberman, Mel. 2009. Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.
  • Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning. Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT. Gramedia. 


4 komentar:

  1. Isinya bagus dan menarik
    Semangat bu

    BalasHapus
  2. Semangat Bu Guru, Ilmu yang menarik dan mudah dipahami. Semoga bermanfaat bagi saya dan teman-teman lain yang membaca artikel ini.

    BalasHapus
  3. Semangat Bu, semoga artikelnya bermanfaat bagi teman-teman.

    BalasHapus
  4. Metode ini dapat mendidik siswa untuk bekarja sama dan menyimpulkan suatu masalah

    BalasHapus

Featured Post

Refleksi Pembelajaran Matematika Realistik dengan Geogebra dalam Pembelajaran Fungsi Eksponensial di SMAN 1 Boyolali

Edisi: Vol. 5 No. 1 September - Desember 2024 Penulis : Windi  Hastuti, S.Pd (Guru Matematika SMAN 1 Boyolali - Jawa Tengah) Keprihatinan sa...