Selasa, 04 Januari 2022

PEMBELAJARAN HOLISTIK HARUS MENYENANGKAN

Edisi: Vol. 2 No. 2 Januari - April 2022

Oleh : Budiyono, S. Pd.
Guru SDN Mangkubumen Lor No.15 Surakarta Jawa Tengah

Seringkali kita lihat sistem pendidikan Nasional Indonesia hanya untuk menyiapkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Jika kebutuhan perjenjang hanya pada dimensi berbentuk angka maka dapat kita lihat betapa sibuknya para guru di satuan pendidikan dengan motivasi mengajar supaya nilai pengetahuan anak didik menjadi bagus. Apa yang terjadi di lapangan bahkan guru sedikit dipaksa tidak jujur untuk membuat nilai dengan harapan banyak siswanya yang terpampang di raport nilainya bagus-bagus. Kebebasan melaksanakan pembelajaran terbelenggu aturan-aturan yang mengikat. Siapakah yang rugi? Jelas disini siswa menjadi korban sistem pendidikan. Pertanyaan yang selalu ditanyakan pada anak setiap selesai PTS, PAT, Ujian adalah berapa nila matematikamu? Berapa nilai IPS mu? dan berapa dan berapa seakan anak di dalam belajar hanya mengejar nilai tidak untuk mengembangkan potensi diri anak sesuai minat dan kemampuannya. 

Model pembelajaran yang diterapkan oleh anak-anak tentu akan memengaruhi perkembangan si Anak di masa mendatang. Mengingat, proses pembelajaran yang diterapkan secara konsisten kepada anak membuat mereka memahami dan lebih maksimal ke depannya. Pendidikan holistik menjadi salah satu metode yang perlu dipahami oleh guru dan orangtua sebagai alternatif pembelajaran untuk anak-anak. 

Pendidikan holistik adalah sebuah proses belajar yang bisa diterapkan anak-anak dengan metode seimbang. Model pembelajaran ini tidak hanya fokus pada pelajaran saja, melainkan anak didik bisa melakukan kegiatan tertentu untuk membantu proses belajar lebih menyenangkan.Proses belajar sambil beraktivitas ini membantu anak-anak mengembangkan kemampuannya sekaligus memiliki perspektif baru saat menyelesaikan masalah. Sebagai orangtua, Mama perlu memahami bahwa pendidikan holistik membantu anak untuk menggali potensi mereka. Jika kita mempelajari konsep pendidikan holistik dapat kita lihat titik berat pendidikan model ini adalah keterpaduan antara mengembangkan ilmu pengetahuan pada tataran kognitif dan dibarengi dengan aktifitas yang menyenangkan agar potensi diri siswa diluar pelajaran juga dapat terakomodir.

Pendidikan holistik yang didapatkan anak-anak di sekolah bisa membantunya berkembang dari hari ke hari. Setidaknya ada enam aspek yang bisa berkembang selama proses belajar, sehingga pendidikan anak menjadi lebih seimbang. Selanjutnya pendidikan Holistik diharapkan akan mengembangkan beberapa aspek pada diri anak. 

1. Perkembangan fisik

Perkembangan fisik atau pertumbuhan biologi merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi perkembangan individu terutama bagi anak usia sekolah dasar. Pada usia anak sekolah dasar, pertumbuhan dan perkembangan fisik berlangsung secara optimal. Pertumbuhan fisik anak usia sekolah dasar akan menimbulkan karakteristik juga pola penyesuain diri mereka terhadap lingkungan. Selanjutnya perkembangan fisik mencakup aspek – aspek : tinggi dan berat badan, proporsi dan bentuk tubuh, otak dan perkembangan motorik. 

Dari usia bayi sampai umur 6 tahun, perkembangan bagian bawah lebih cepat dibandingkan bagian bawah. Bagian anggota badan relatif pendek, dan kepala relatif besar. Tinggi badan seorang anak relatif kisaran 5 hingga 6 % dan berat bertambah 10 %. Jadi, pada usia anak sekolah dasar perubahan berat badan lebih banyak dari pada tinggi badan. Karena ada penambahan ukuran dalam kerangka tulang belulang, sistem otot dan organ lainnya. Berat dan kekuatan otot anak semakin meningkat dan semakin menurunnya kadar lemak bayi. Pertambahan kekuatan otot juga dipengaruhi oleh faktor keturunan dan latihan. Pertumbuhan fisik akan memberikan kemampuan anak untuk berpartisipasi dalam berbagai aktifitas baru.

Pada anak usia sekolah dasar masih mengalami belum seimbangnya bentuk proporsi dan bentuk tubuh. Seringkali kepala mereka lebih besar dibandingkan kaki. Namun perkembangan akan mulai nampak pada kelas 5 atau 6. Mereka akan mengalami perubahan dari keseluruhan badan untuk menuju keseimbangan. Ada tipologi dari Sheldon (Hurlock, 1980) membangi anak menjadi tiga bentuk prime: edomorfik yaitu lemaknya jauh lebih banyak dari pada jaringan otot, mesomorfik yaitu lebih banyak jaringan ototnya dari pada lemak, dan ektomorfik yaitu tidak ada jaringan yang melebihi jaringan lainnya atau bisa dikatan kurus. Dalam tahap perkembangan anak, perkembangan otot anak juga cepat meningkat. Hanya jaringan otot anak laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan otot anak perempuan. Sehingga anak laki – laki lebih kuat dari pada anak perempuan. Kondisi proporsi anak juga dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak.

Perkembangan otak.Perkembangan otak yang dialami oleh anak akan mengalami proses perkembangan lebih cepat. Pada usia 3 tahun perkembangan otak saja sudah mencapai dua pertiga otak orang dewasa. Dan pada usia 5 tahun otak sudah mencapai 90% otak orang dewasa. Perkembangan ini disebabkan oleh penambahan jumlah dan ukuran ujung-ujung syaraf yang ada di dalam dan sekitar otak. Ditambah dengan adanya proses melinasi (terdesaknya sel-sel syaraf oleh lemak sehingga meningkatkan kecepatan informasi).

Perkembangan Motorik.Pekembangan motorik anak lebih halus, lebih sempurna dan terkoordinasi dari masa sebelumnya seiring bertambahnya berat dan tinggi badan. Mereka sudah mampu mengotrol dan mengkoordinasi setiap gerakan badan. Seperti kemampuan mengkoordinasi kakinya untuk menendang bola ke gawang secara akurat. Anak sekolah dasar sudah mampu duduk dan memperhatikan seorang guru, tetapi mereka sering merasa bosan untuk duduk terus selama pelajaran. Karena pada usia-usia mereka perlu melakukan aktivitas fisik lebih banyak. Sejak usia 6 tahun anak mampu menembak, menendang, melempar. Usia 7 tahun tangan anak semakin kuat dan lebih suka menggambang menggunakan pensil dari pada krayon. Usia 8 sampai 10 sudah mampu menggambar dengan baik dan dapat menulis dengan rata dan lebih kecil. Usia 10 sampai 12 sudah mampu memperlihatkan keterampilan dengan gerakan lebih cepat, rumit, dan kompleks seperti orang dewasa. Biasanya dalam hal perkembangan motorik anak perempuan lebih baik dari pada anak laki-laki.

Untuk mengembangkan gerak motorik biasanya anak lebih banyak melakukan aktivitas permainan dan olahraga. Hal ini dapat memberikan latihan dan kesempatan belajar bersaing, berteman, bersahabat dan memperluas pergaulan.

2. Perkembangan spiritual dan moral

Moral sendiri adalah pandangan dan ajaran kelakuan dan perbuatan yang membangun budi pekerti yang baik.Perkembangan moral pada anak usia dini mencakup pada pikiran, perasaan dan perilaku serta kebiasaan yang ada pada diri anak sehingga anak perlu dibiasakan untuk berbuat baik, sopan dan santun kepada orang lain, dan perlu diberi pengertian mengenai ungkapan-ungkapan budaya mana yang baik dan buruk maupun yang benar dan mana yang salah. Jika anak-anak sudah sejak dini dibiasakan dengan tingkah laku yang baik maka mereka akan terbiasa dengan itu semua sampai mereka tumbuh dewasa.

Mengajarkan moral pada anak usia dini bisa dilakukan dengan memberikan contoh langsung kepada anak tersebut misalnya seperti orang tua berbuat baik dan menghargai orang lain dengan begitu saat anak melihat orang tuanya yang berbuat baik dan menghargai orang lain mereka pasti juga akan meniru perilaku orang tuanya. Karena anak usia dini mereka akan meniru apapun yang mereka lihat dan yang mereka dengar. Selain itu sesibuk apapun orang tua juga harus meluangkan waktunya untuk memaknai dan menanamkan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari.

Pada dasarnya penanaman moral pada anak usia dini adalah mewujudkan anak-anak dengan perilaku yang berbudi luhur yang baik serta berahklakul karimah serta mampu menyesuaikan diri dilingkungan masyarakat dengan norma-norma yang ada pada masyarakat itu sendiri.

Pembangunan spiritual anak sejak dini akan lebih efektif, oleh sebab itu penanaman pengetahuan tentang agama dan spiritual sejak usia dini akan membentuk generasi yang mempunyai kedalaman spiritual, berahklak baik, mampu menghargai orang lain yang ada disekitar mereka.

3. Perkembangan teknologi dan artistik

Pada usia 4-5 tahun, anak-anak sedang berada dalam fase “serba ingin tahu”, saat mereka selalu penasaran dengan hal-hal baru yang menarik perhatian mereka. Ada dua hal yang dapat mulai Anak pelajari pada usia ini, yaitu:

  • Menggunakan internet di bawah pengawasan orang tua
  • Memainkan video games yang mengajaknya bergerak

Memasuki fase “serba ingin tahu”-nya, kita bisa mulai memperkenalkan penggunaan komputer pada anak.Mengenalkan komputer sebagai proses belajar anak. Anda akan merasakan manfaatnya saat nanti anak mulai mendapatkan tugas sekolah yang memerlukan penggunaan komputer.Komputer itu sendiripun nantinya akan digunakan beserta jaringan internet yang akan membantu anak mencari info-info untuk tugas sekolahnya nanti. Memang tidak dapat dipungkiri, internet akan membuat Anda khawatir. Anda tidak tahu apakah anak Anda memang sedang memainkan permainan edukatif di internet, atau malah menonton lucunya tingkah tokoh kartun favoritnya di Youtube. Oleh sebab itu, kuncinya adalah pengawasan. Anda tidak perlu membuat software keamanan  agar anak Anda tidak membuka situs yang tidak Anda inginkan. Andalah pengaman terbaik baginya.

Kemudian perkembangan anak dibidang artistik. Semua anak – anak yang dilahirkan mempunyai sifat yang dinamik danberkembang mengikut fitrah semulajadi proses tumbesaran mereka. Kebolehan dan minatanak – anak dapat dilihat semenjak kecil lagi. Salah satunya ialah melalui hasil kerja senivisual yang berfungsi sebagai alat komunikasi dan merupakan refleksi pemikiran kanak -kanak. Refleksi ini menurut Koster (2001), akan terus berkembang bersama kanak – kanaksehingga ia membesar. Contengan dan lukisan kanak – kanak merupakan luahan perasaan dan ekspresif(Lowenfeld, 1975) dan ini berbeza dengan penghasilan karya yang dihasilkan oleh orangdewasa. Bagi orang dewasa, seni visual sering dikaitkan dengan keindahan dan kesempurnaan.Kebanyakan pengkaji seni kanak-kanak menganggap hasil karya seni sebagai satu kaedahmenarik untuk melihat cara berfikir dan menyelami perasaan selain melihat dan mengujikeupayaan perkembangan kognitif mereka. Karya seni kanak-kanak adalah bersifat peribadidan tersendiri.

4. Perkembangan kognitif dan intelegensi

Bermain bukan hanya sekedar kegiatan yang menyenangkan anak saja tetapi juga untuk mengembangkan perkembangan yang dimiliki oleh anak usia dini, salah satunya pada perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif merupakan aspek dasar suatu perkembangan untuk berpikir secara logis pada anak usia dini hingga dewasa. Bermain dan permainan merupakan solusi yang mudah untuk mencapai perkembangan kognitif pada anak usia dini.

Arti dari kognitif merupakan pengetahuan, kreativitas, ingatan, daya pikir, serta daya nalar. Anak usia dini akan lebih mudah mengenal konsep-konsep dasar ini hanya dengan melalui kegiatan bermain. Dengan bermain anak-anak akan lebih mudah mengetahui konsep-konsep tersebut dibanding dengan cara diajarkan seperti orang dewasa yang sedang belajar. Contoh sederhana nya misalkan ia sedang bermain balok, ia dapat mengetahui bentuk dari baloknya apa, warna baloknya apa, lebih banyak atau lebih sedikit dari milik temannya.

5. Anak lebih memahami lingkungan dan komunitas di sekitarnya

Sheldon (1996) mengatakan bahwa kesadaran terhadap lingkungan sosial dapat membantu seseorang untuk mengumpulkan informasi sosial yang dibutuhkan dalam membangun jembatan antara diri sendiri dan orang lain dalam kehidupan bermasyarakat. Memiliki kesadaran sosial sangat bermanfaat bagi diri kita, selain dapat memahami diri kita sendiri, juga dapat memahami orang lain, dan dapat menempatkan diri pada lingkungan sekitar. Dapat juga meningkatkan produktivitas kita dalam bekerja dengan baik dan dapat memahami perbedaan atau keberagaman yang ada.

Maka dari itu sangat penting untuk anak dapat memahami lingkungan disekitarnya itu seperti apa, karena itu akan membawa dampak juga bagi anak untuk kedepannya. Mengajarkannya yakni dengan :

Mengenali emosi diri sendiri, memang tidak mudah mengajarkan atau memahamkan anak tentang emosi apa yang seharusnya dipakai ketika dalam suatu kejadian, tapi dengan contoh yang nyata anak akan dapat memahaminya.

Menempatkan diri sendiri pada orang lain, lagi-lagi akan sangat mudah pada anak untuk menerapkan sikap empati ketika ada kejadian. Contohnya, ketika si A berebut mainan dengan si B, si A memukul si B, kita sebagai orangtua sudah semestinya memberi pengertian agar tidak berebut mainan, tetapi ketika anak sudah memukul temannya, disitulah waktu yang tepat untuk mengajarkan teori ini kepada anak. Dengan memberi tahu kepada si A, jika si A berada diposisi si B apa si anak ini mau dipukul? Rasanya sakit loh/dll. Dengan demikian anak akan berpikir, oh iya ya seharusnya akau tidak memukul, kan kalua dipukul sakit, dll. Kita juga tidak lupa mengajarkan anak untuk meminta maaf dan memaafkan.

Menjadi pendengar aktif, tidak hanya diri kita yang melulu cerita hal baru tetapi ada kalanya kita harus menjadi pendengar yang baik dan aktif. Contohnya ketika guru sedang berdongeng, anak-anak harus mendengarkan dengan seksama, ketika guru memberi pertanyaan mengenai isi dari cerita anak dapat menjawabnya, dan dapat menceritakan kembali. 

6. Mengembangkan kemampuan afektif yang memengaruhi keadaan perasaan dan emosi anak

Perasaan senang atau tidak senang yang selalu mnyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna afektif. Warna afektif ini kadang-kadang lemah tau kadang-kadang tidak jelas (samar-samar). Dalam hal warna afetif tersebut kuat, maka perasaan-perasaan menjadi lebih mnedalam, lebih luas dan lebih terarah. Perasaan-perasaan tersebut disebut emosi (Sarlito, 1982:59). Di samping perasaan seneng atau tidak seneng, beberapa contoh macam emosi yang lain adalah gembira, cintah, marah, takut, cemas dan benci.

Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda. Emosi dan perasaan merupakan suatu gejala emosional yang secar kualitatif berkelanjutan, akan tetapi tidak jelas batasnya. Pada suatu saat warna afektif dapat dikatakan sebagai perasaan, tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi; contohnya marah yang ditunjukan dalam bentuk diam. Jadi sukar sekali kita mendefinisikan emosi.

Konsep yang diinginkan dari kebutuhan- kebutuhan mengembangkan aspek diatas adalah bagaimana cara guru untuk memadukan pembelajaran yang nantinya dapat membarengi kebutuhan kognitif,afektif,pshikomotorik secara bersamaan. Kegamangan dalam penerapan model pembelajaran holistik diharapkan tidak menjadi kendala bagi bapak ibu semua untuk terus melajukan proses pembelajaran dengan menyenangkan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

Refleksi Pembelajaran Matematika Realistik dengan Geogebra dalam Pembelajaran Fungsi Eksponensial di SMAN 1 Boyolali

Edisi: Vol. 5 No. 1 September - Desember 2024 Penulis : Windi  Hastuti, S.Pd (Guru Matematika SMAN 1 Boyolali - Jawa Tengah) Keprihatinan sa...