Revolusi industri 4.0 telah membawa perubahan perubahan-perubahan yang fundamental pada tatanan kehidupan bagi masyarakat dunia. Kemampuan menggunakan peralatan teknologi merupakan gambaran dan identitas sebuah peradaban baru. Mau tidak mau kita semua telah di tuntun dan dipaksa untuk mengikuti proses perubahan ini. Perubahan tranformasi informasi telah memilih jalan yang paling tepat yaitu Internet of Things (IoT). Setiap perubahan ini akan memberikan dampak yang luar biasa segala lini dan sendi kehidupan. Ketergantungan pemanfaatan teknologi dalam kehidupan jika tidak dijawab dengan bijak maka akan sisi mata pisau yang bisa membahayakan penggunanya.
Jika dilihat dari perspektif humanistik menurut James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 (lima) dalil utama dari psikologi humanistik, yaitu: (1) keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen; (2) manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya; (3) manusia memiliki kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain; (4) manusia memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya; dan (5) manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai dan kreativitas maka posisi masyarakat saat ini akan menyerap setiap perubahan yang ada dilingkungan hudupnya. Filter atau kemampuan dalam mereduksi sebuah data menjadi informasi sangat tergantung dari setiap individu itu sendiri. Maka sangatlah diperlukan sebuah kemampuan dalam mengolah setiap informasi agar bernilai positif dalam mengisi setiap muara-muara penampung informasi tersebut.
Perubahan yang terjadi pada abad ke-21 menurut Trilling and Fadel (2009) adalah: (a) dunia yang kecil, karena dihubungkan oleh teknologi dan transportasi; (b) pertumbuhan yang cepat untuk layanan teknologi dan media informasi; (c) pertumbuhan ekonomi global yang mempengaruhi perubahan pekerjaan dan pendapatan; (d) menekankan pada pengelolaan sumberdaya: air, makanan dan energi; (e) kerjasama dalam penanganan pengelolaan lingkungan; (f) peningkatan keamanan terhadap privasi, keamanan dan teroris; dan (g) kebutuhan ekonomi untuk berkompetisi pada persaingan global. Keberadaan manusia sebagai pencipta tool atau perangkat teknologi informasi terancam sendiri oleh keberadaan Teknologi informasi pada era industry 4.0. Untuk menjawab ancaman tersebut perlu adanya pemikiran untuk tetap memposisikan manusia sebagai sumber daya yang tak tergantikan. Dengan adanya pola pikir tesebut lahirlah masyarakat 5.0 atau Society 5.0. Dengan adanya Generasi Society 5.0 merupakan jawaban bahwa pada era tersebut memposisikan manusia sebagai pengendali utama dalam pemberdayaan teknologi informasi dalam upaya memenuhi kebutuhan manusia.
Cara pandang setiap elemen yang terlibat dalam penyebaran informasi sangat menentukan kualitas sebuah informasi yang disampaikan kepada orang-orang atau bagian penerima. Maka dengan terbitnya UU ITE atau Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur tentang teknologi informasi dan transaksi elektronik. UU ITE pertama disahkan pada tahun 2008 sebagai UU No. 11 Tahun 2008, dan kemudian direvisi melalui UU No. 19 Tahun 2016 menjadi pagar agar setiap pengguna teknologi informasi dapat memanfaatkannya secara bijak.
Pemerintah Indonesia melalui informasi yang disampaikan Bapak Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 Maret 2020 mengumumkan kasus pertama Novel Coronavirus atau Covid-19 di Indonesia. Berbagai upaya dilakukan guna membendung penyebaran virus mematikan ini, salah satunya dengan menjaga jarak antar individu dalam berinteraksi (Physical Distancing). Hal tersebut berimbas pada semua sektor kegiatan termasuk pada bidang pendidikan di Indonesia. Corona bukan hanya virus mematikan, namun memiliki efek domino yang juga mengerikan. Akan tetapi, covid-19 juga memberikan pelajaran bagi kita semua. Apa saja yang covid-19 “ajarkan” pada kita? Ada 5M yang “diajarkan” oleh covid-19:
- Menstimulus kesadaran masing-masing individu mengenai pentingnya Budaya Hidup Bersih dan Sehat.
- Meningkatkan disiplin, tanggung jawab, dan kewaspadaan.
- Mendorong kesadaran sosial mengenai pentingnya saling membantu sesama manusia
- Memicu produktivitas kerja tanpa terikat ruang dan waktu
- Menyiapkan masyarakat untuk mampu menyikapi perubahan dalam waktu yang cepat.
Dengan hadirnya wabah covid-19 di Indonesia akan menimbulkan berbagai perspektif berbeda-beda, kondisi ini bisa menjadi sebuah musibah ataupun sebuah anugerah. Tinggal bagaimana cara kita dalam menghadapinya.
Kreatifitas sangat dibutuhkan dalam menghadapi setiap tantangan yang ada, Jane Piirto (2011) menyebutkan bahwa pengembangan kreativitas memerlukan lima sikap dasar (five core attitudes), yaitu (1) self-discipline of doing creative works, including the presence of motivation, (2) naviete or openness to experiences, (3) risk taking, (4) tolerance of ambiguity, dan (5) group trust. Piirto meyakinkan, untuk mengembangkan kemampuan kreatif diperlukan motivasi yang kuat, mau mencoba berulang-ulang, berani mengambil risiko salah, menerima hal-hal yang belum pasti dan saling percaya dengan teman satu grup kerja. Kondisi ini sangat linier jika kita melihat pademi corona dari perspektif anugerah. Dengan kondisi apapun kita akan mampu bekerja dan menghasilkan karya yang bermanfaat bagi sesama.
Proses pembelajaran di era pandemi covid-19 menuntut kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran secara daring. Mau tidak mau guru dipaksa untuk mampu menggunakan teknologi informasi sebagai sarana dalam pelaksanaan pembelajaran saat ini. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pencegahan Corona Vius Diase (Covid-19) Pada Satuan Pendidikan. Tentang pencegahan perkembangan dan penyebaran Corona Virus Disease (Covid-l9) di lingkungan satuan pendidikan maka untuk proses pembelajan dilaksanakan secara daring atau Belajar Dari Rumah (BDR) atau yang lebih dikenal dengan model Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Dengan terbitnya peraturan tersebut maka seorang guru dituntut untuk menguasai model TPACK (Technological, Pedagogical, Content Knowledge) sesuai dengan Jurnal penelitian dari Mishra dan Koehler (2006) dengan judul Technological Pedagogical Content Knowledge : A framework for Teacher Knowledge. Dalam jurnal tersebut menjelaskan tentang kemampuan guru dalam proses pembelajaran mampu mendesain model pembelajaran baru dengan menggabungkan tiga aspek utama yaitu teknologi, pedagogi, dan konten/materi pengetahuan (ontologis).
Gambar Konsep TPACK (diadopsi dari Koehler & Mishra, 2008)
Berikut penjelasan terkait hubungan dari setiap elemen :
- Content Knowledge (CK) yaitu pengetahuan tentang materi pelajaran yang akan dipelajari.
- Pedagogy Knowledge (PK) menggambarkan pengetahuan secara mendalam terkait dengan teori dan praktik belajar mengajar yakni mencakup tujuan, proses, metode pembelajaran penilaian, strategi dan lainnya.
- Technology Knowledge (TK) adalah dasar-dasar teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk mensupport pembelajaran.
- Pedagogy Content Knowledge (PCK) mencakup interaksi dan terjadinya irisan antara pedagogi (P) dan materi pelajaran (C).
- Technology Content Knowledge (TCK) termasuk dalam pemahaman teknologi dan materi pelajaran yang dapat membantu serta mempengaruhi komponen-komponen yang lain (Mishra, P., & Koehler, M. J. 2006.
- Technology Pedagogy Knowledge (TPK) adalah merupakan serangkaian pemahaman bagaimana perubahan pembelajaran terjadi dengan memanfaatkan teknologi yang digunakan untuk mendukung pembelajaran seeara aktif dan dapat membantu serta mempermudah konsep-konsep materi pelajaran.
- Technology Pedagogy Content Knowledge (TPACK) merangkum suatu rangkaian dalam pembelajaran dimana kemampuan penguasaan teknologi secara terintegrasi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain dari komponen-komponen penyusunnya (C), (P) dan (K).
Dengan penguasaan TPACK oleh guru dimasa pandemi covid-19 ini maka secara sadar akan menuntut guru untuk bisa menguasai ketiga elemen TPACK tersebut dalam proses pembelajaran untuk menjaga kualitasnya. Kemampuan peserta didik dalam menangkap dan menyerap setiap materi yang disampaikan oleh guru dapat diukur dengan melaksnakan evaluasi pembelajaran yang disertai dengan tindak lanjut.
Penguasaan teknologi akan merevolusi pola pikir dan semangat belajar pada guru dan pesetrta didik dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sumber :
- Jane Piirto, sense 2011. Creatifity for 21st Century Skills. Rotterdam: Sense Publiser
- Bernie Trilling, Charles Fadel. 2009. 21ST Century Skill. San Francisco: John Wiley & Sons, Inc
- Halifa Haqqi, Hasna Wijayanti. 2019 Revolusi Industry 4.0 ditengah Society 5.0. Yogyakarta: Penerbit Quadrant
- https://revolusimental.go.id/suara/belajar-dari-covid-19
- https://lldikti8.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2020/03/SE-Mendikbud-03-2020-Pencegahan-Corona.pdf
- Kompasiana.com.(2017, 27 September). Konsep "TPACK-P" pada Dunia Pendidikan https://www.kompasiana.com/mahboeb/59cb027a4fc4aa5df6576d52/konsep-tpack-p-pada-dunia-pendidikan
- https://wahyutrilestari.com/tpackmateri.html
- https://muchlassamani.blogspot.com/2014/08/blog-post.html
- https://core.ac.uk/download/pdf/297841821.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar