Guru di sekolah dituntut agar bisa mengajarkan kemampuan membaca pada diri peserta didik. Menteri Pendidikan serta Kebudayaan di awal tahun ajaran 2015/2016 mengeluarkan Permendikbud nomor 23 tahun 2015 perihal Penumbuhan Budi Pekerti. Salah satu poinnya adalah mewajibkan para siswa untuk membaca buku nonpelajaran selama kurang lebih 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Diera digital ini sekolah perlu menumbuhkan daya literasi digital pada siswa, yakni mengedukasi, bagaimana memanfaatkan internet secara sehat, hal itu bisa dilakukan bila guru mengetahui dan menyadari ciri internet menjadi media komunikasi.
Selama masa pandemi Covid-19 siswa akan lebih banyak berinteraksi dengan media internet. Pada kondisi sekarang ini maka peran guru dan orang tua sangat diperlukan, sebagaimana diketahui bahwa konten di internet nyaris tak terbatas dengan berbagai informasi dengan volume yang melimpah, sementara guru dan orang tua tidak bisa selalu melakukan pengontrolan terhadap pengaksesan internet oleh siswa di setiap waktunya. Namun pendampingan guru terhadap siswa dan orang tua saat mengakses internet menjadi sangat penting bila siswa masih duduk di bangku sekolah dasar atau sekolah menengah, Untuk itu, ada beberapa fitur yang mungkin bisa membantu untuk menyaring konten, tetapi yang lebih efektif tetaplah pendampingan dan pengawasan dari guru dan orang tua.
Gerakan membaca buku secara digital yang diluncurkan oleh pemerintah atau Gerakan Literasi digital Sekolah memuliki tujuan umum yaitu menumbuh kembangkan budi pekerti siswa supaya mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat. Sedangkan tujuan spesifik dari gerakan literasi digital adalah: (1) menumbuhkembangkan budaya literasi digital dengan membaca dan menulis siswa di sekolah; (2) meningkatkan kapasitas warga serta lingkungan sekolah agar literat; (3) menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak supaya warga sekolah mampu mengelola pengetahuan; (4) menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan secara digital dan mewadahi berbagai strategi membaca.
Gerakan Literasi digital Sekolah dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca siswa dan meningkatkan keterampilan membaca secara digital agar pengetahuan bisa dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan siswa.
Jika menginginkan siswanya hebat, maka jadilah guru yang hebat, dengan kata lain, bila menginginkan siswanya mempunyai tradisi literasi digital, maka gurunya harus terlebih dulu memiliki budaya literasi digital. Dengan kemampuan literasi guru yang baik, maka seorang guru akan memiliki energi dalam mendorong, mengarahkan, membimbing dan memotivasi kepada siswanya agar terbiasa membaca secara digital serta mampu menulis dan meneliti. Guru harus senantiasa membantu dan mendorong siswa untuk gemar membaca. Sebisa mungkin sekolah mengurangi kendala umtuk mempraktikan gerakan literasi sekolah.
Menurut Glenn Doman, membaca ialah jantungnya pendidikan. Bagaimana mungkin pendidikan tanpa membaca? Tanpa membaca pendidikan kita akan mati secara konyol. Membaca ialah batu loncatan bagi keberhasilan pada sekolah dan kehidupan dalam masyarakat. Tanpa kemampuan membaca yang layak, keberhasilan di sekolah lanjutan dan di perguruan tinggi merupakan kehampaan.
Pengembangan literasi digital siswa harus dilakukan secara terpadu antara aktivitas menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Kegiatan menyimak mampu dilakukan menggunakan memperhatikan buku-buku digital yang dipilihnya, lalu menyampaikan atau menceritakan dari apa yang sudah dilihatnya. Siswa diintensifkan agar membaca baik menggunakan suara nyaring maupun membaca pada hati serta mengingat apa yang sudah dibacanya. Setelah itu siswa diajak untuk menuangkan kembali menjadi sebuah cerita berdasarkan kemampuannya.
Sekolah wajib bisa menggunakan strategi pada menciptakan budaya literasi digital yang positif di sekolah, strateginya antara lain: (1) Mengkondisikan lingkungan fisik ramah literasi digital dan mendukung pengembangan budaya literasi digital. Siswa bisa mengakses buku digital dan bahan bacaan lain di perpustakaan digital, surat kabar online, dan media online yang ada. (2) Mengupayakan lingkungan sosial serta afektif sebagai model komunikasi serta interaksi yang literat. Hal itu dapat dikembangkan dengan pengakuan atas capaian siswa sepanjang tahun. Memberikan hadiah atau penghargaan saat upacara bendera bisa dimandaatkan untuk memberikan penghargaan terhadap kemajuan siswa pada semua aspek. Prestasi yang dihargai bukan hanya akademik, tetapi juga perilaku dan upaya siswa.
Literasi digital diharapkan bisa mewarnai semua perayaan penting di sepanjang tahun pelajaran. Hal ini bisa direalisasikan dalam aneka macam bentuk misalnya lomba membuat puisi, lomba membuat poster, lomba mendongeng, lomba membuat majalah dinding, dan sebagainya. Kepala Sekolah berperan aktif pada menggerakkan literasi digital, antara lain dengan menciptakan budaya kolaboratif antarguru serta tenaga kependidikan. Pelibatan orang tua sebagai relawan gerakan literasi digital diperlukan untuk memperkuat komitmen sekolah dalam pengembangan budaya literasi digital. Selain itu peran Guru TIK/Informatika sangat diperlukan dalam rangka memberikan fasilitasi terhadap rekan guru dan karyawan dalam pelatihan dan penguatan kegiatan literasi digital.
Untuk kegiatan literasi digital, sekolah harus memberikan alokasi waktu maupun pembiayaan. Salah satu tindakan yang bisa ditempuh untuk menjalankannya adalah siswa membaca atau dibacakan oleh giri selama 15 menit sebelum pelajaran berlangsung. Sebelumnya guru dan staf / karyawan perlu diberikan kesempatan untuk mengikuti program pelatihan peningkatan pemahaman wacana literasi digital. Bila strategi ini bisa dilaksanakan, maka akan terciptalah warga sekolah yang literat dan warga sekolah literat pula, dan akhirnya akan menciptakan generasi bangsa yang unggul dalam persaingan global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar